Di teras Fadli Zon Library, Jalan Danau Limboto Nomor 96, Pejompongan, Jakarta Pusat, Selasa, 7 September 2021. Indahnya langit Jakarta setelah hujan rintk-rintik sore hari. Cuaca cerah berawan sejak pagi hari. Fadli Zon menyerahkan duplikat dokumen-dokumen Soekarno menandatangani keputusan-keputusan selaku Voorzitter Consul Hoofdbestuur Moehammadijah Daerah Benkoelen atau Ketua Dewan Konsul Moehammadijah Daerah Benkoelen merangkap Ketua Dewan Pengajaran Muhammadiyah Daerah Bengkulu.
Surat-surat berisi antara lain pengangkatan guru-guru persyarikatan Muhammadiyah daerah Bengkulu. Sebuah dokumen diteken Si Bung Besar selaku Voorzitter Consul Hoofdbestuur Moehammadijah Daerah Benkoelen berlokasi di Bengkulu dan bertanggal 15 Agustus 1939 yang menetapkan H.S.M. Iljas Naama sebagai guru persyarikatan Muhammadiyah daerah Bengkulu beserta gaji, makan, dan rumah. Alangkah tinggi apresiasi Muhammadiyah kepada guru di era itu.
Bung Karno di Pengasingan Bengkulu
Menandai Milad ke-107 Muhammadiyah tanggal 18 November 2019, Fadli mengungkap status Soekarno di kepengurusan Muhammadiyah dalam keputusan-keputusannya semasa pengasingan di Bengkulu tahun 1938-1942. Dokumen bermap merah itu disiarkan melalui unggahan video twitternya tanggal 19 September 2019.
Jadi, Bung Karno adalah pengurus Muhammadiyah di Bengkulu semasa pengasingannya dan di situ pula bertemu Fatmawati, kemudian menikahinya.
Postingan Fadli mendapat respons warga net. Bahkan banyak yang mengaku baru saja mengetahui status itu. Tak lama berselang, Koordinator Tim Konten Museum Muhammadiyah (MuseumMu), Widiyastuti, bersama beberapa pengurus Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Jakarta menemui Fadli di Fadli Zon Library tanggal 23 November 2019.
Tambahan Koleksi Museum Muhammadiyah
Mewakil Koordinator Tim Konten MuseumMu, saya menerima duplikat dokumen itu untuk menambah keragaman koleksi MuseumMu. Koleksi MuseumMu akan menyemarakkan Muktamar Muhammadiyah ke-48 dan Muktamar ‘Aisyiyah ke-48 tanggal 18–20 November 2022 M atau 23–25 Rabiulakhir 1444 H di Kota Surakarta. Dokumen 12 lembar itu pun menunjukkan perbedaan tanda tangan Soekarno dengan goresannya dalam naskah Proklamasi. Walau begitu, mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan rakyat (DPR) itu menegaskan keasliannya.”Ini otentik.” Fadli berucap. “Bu Mega minta dokumen ini.”
Presiden Soekarno dan Kain Kafan Muhammadiyah
Presiden pertama Republik Indonesia, Ir Soekarno, dikenal sebagai sosok yang kental Muhammadiyah-nya. Beberapa untaian kalimatnya populer sebagai semboyan. ‘Sekali Muhammadiyah Tetap Muhammadiyah’ dan ‘Makin Lama Makin Cinta’. Selain itu, ‘Jikalau saya meninggal, supaya saya dikubur dengan membawa nama Muhammadiyah atas kain kafan saya’.
Soekarno menjadi anggota Muhammadiyah sejak tahun 1938, dan diumumkannya saat Muktamar Setengah Abad Muhammadiyah tahun 1962 di Jakarta. “Saya menjadi anggota resmi Muhammadiyah dalam tahun 1938 sekarang sudah 1962, jadi sudah 24 tahun.” Di hadapan peserta muktamar Bung Karno melanjutkan, “Cuma anehnya, sejak saya menjadi Presiden Republik Indonesia, saya belum pernah ditagih kontribusi. Jadi saja minta agar supaya sejak sekarang ditagihlah kontribusi saya ini.”
Meskipun cerita sebagai anggota Muhammadiyah semasa penjajahan Belanda, tetapi perkenalan antara Soekarno dan Muhammadiyah terjadi tahun 1916 di Surabaya. Bung Karno juga mengisahkan perjumpannya dengan Kiai Dahlan dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi.
“Dalam suasana yang remang-remang itu datanglah Kiai Ahmad Dahlan di Surabaya dan memberi tabligh mengenai Islam. Bagi saya (pidato) itu berisi regeneration dan rejuvenation daripada Islam,” Bung Karno bercerita kepada muktamirin.
Karena ketertarikannya itu, dia tidak melewatkan tabligh Sang Kiai di Surabaya. “Tatkala umur 15 tahun, saya simpati kepada Kiyai Ahmad Dahlan, sehingga mengintil kepadanya.”
Setelah resmi sebagai anggota Muhammadiyah, delapan tahun berikutnya, tahun 1946, Bung Karno meminta jangan dipecat dari Muhammadiyah. Karena perbedaan paham politik, orang Muhammadiyah berafiliasi kepada Masyumi sedangkan Soekarno adalah pendiri PNI (Partai Nasional Indonesia). Bung Karno mengucapkan sebuah kalimat yang populer sejak dulu hingga kini: ‘Sekali Muhammadiyah, Selamanya Muhammadiyah’. ( Ikhwan Mansyur Situmeang)