MALANG, Tugujatim.id – Kasus perundungan anak di Kabupaten Malang pada tahun ini masih marak terjadi. Bahkan, 65 kasus perundungan atau kekerasan terhadap anak tercatat selama Januari-November 2022.
Angka kasus perundungan anak ini meningkat dibanding 2021, yaitu 42 kasus. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang drg Arbani Mukti Wibowo membenarkannya.
Dia mengatakan, DP3A Kabupaten Malang bakal menangani korban dari kasus perundungan anak. Mereka juga akan melakukan pendampingan pada para korban karena dampak bullying itu bersifat jangka panjang.
Also Read
“Dampak bullying bagi korban umumnya muncul rasa takut atau cemas serta rasa tidak percaya diri. Jika tidak segera ditangani, dalam waktu jangka panjang, korban juga bisa menjadi pelaku bullying di tempat lain. Karena itu, pendampingan bagi korban sangat diperlukan untuk menstabilkan kondisi emosi korban,” papar Arbani saat dihubungi pada Sabtu (03/12/2022).
Menurut dia, salah satu langkah DP3A adalah memberikan pendampingan psikologis untuk korban, orang tua, dan juga sekolah. Selain itu, mereka juga mengedukasi, mengasesmen, dan memediasi antara korban dan terduga pelaku.
“Asesmen dilakukan untuk mengetahui kondisi saat ini serta faktor-faktor apa saja yang membuat korban dan pelaku mengalami kasus ini. Asesmen juga untuk melihat aspek-aspek apa yang dapat membuat diri korban dan pelaku menjadi lebih baik,” kata Arbani.
Dia juga menambahkan, kasus tersebut dilaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Polres, maka DP3A Kabupaten Malang juga memberikan pendampingan hukum baik untuk korban maupun pelaku. Selain menangani kasus, DP3A Kabupaten Malang juga melakukan langkah-langkah preventif agar perundungan agar tidak terjadi. Salah satunya dengan sosialisasi tentang stop kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah dan pondok pesantren.
“Untuk sosialisasi ini kami menggandeng berbagai pihak yang berperan seperti dinas pendidikan, kementerian agama, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan sebagainya,” ujar Arbani.
Langkah lain yang dilakukan adalah dengan memberikan edukasi pada orang tua secara berkala tentang pola pengasuhan serta mendorong adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan orang tua.
“Komunikasi ini dilakukan agar ada laporan perkembangan perilaku siswa di sekolah. Jadi, jika ditemukan perilaku yang menyimpang bisa segera terdeteksi dan tertangani,” ujar Arbani.