SURABAYA, Tugujatim.id – Meski sebagai seorang penyandang tunanetra, kisah pria bernama Zainul Muttaqin di Surabaya ini begitu menginspirasi. Tak hanya lulus pendidikan tinggi S2 di luar negeri, tepatnya di London Metropolitian University England, kini ia pun gigih berjuang untuk mengajarkan mengaji Al-Qur’an braille agar para tunanetra juga bisa membaca kitab suci umat muslim tersebut.
Ibarat pepatah ‘Allah tidak akan memberikan cobaan di luar kemampuan manusia‘, Zainul Muttaqin seakan benar-benar meyakini hal tersebut. Meski memiliki keterbatasan fisik tak bisa melihat dengan jelas, ia membuktikan bahwa tunanetra juga mampu bersaing di bidang pendidikan, maupun dalam membangun karakter bangsa.
“Jadi belajar di luar negeri itu adalah mimpi saya. Selain belajar, berusaha, untuk mewujudkan mimpi tersebut, ada satu keyakinan pada diri saya kalau orang lain bisa kenapa saya tidak. Dan saya percaya bahwa Allah memberikan kemampuan pada saya,” cerita Zainul kepada Basra, partner Tugu Jatim, Senin (29/3/2021) kemarin.
Zainul bercerita jika sebelum mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri tersebut, pria 51 tahun ini harus menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di Indonesia.
Ia lulus S1 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan Pendidikan Agama Islam, dan dilanjutkan S2 di Univeristas Pendidikan Indonesia (UPI) jurusan pendidikan luar biasa (PLB).
“Setelah lulus S2 baru saya apply beasiswa untuk S3 (Master of Education, setara S2 luar negeri, red). Dan alhamdulillah saya lolos seleksi dan melanjutkan pendidikan di London pada tahun 2010. Di sana saya selama satu tahun,” ungkapnya.
Zainul Muttaqin Bekerja di Kementerian Agama dan Getol Ajarkan Al-Qur’an Braille
Berbekal pengetahuan yang telah ia dapatkan, selain bekerja di Kementerian Agama RI, Zainul juga merupakan seorang guru ngaji Al-Qur’an braille bagi para tunanetra.
Ketika ditanya lebih lanjut terkait teknik mengaji menggunakan huruf braille, Zainul menjelaskan jika cara belajar dan mengajar Al-Qur’an dengan huruf braille sangatlah mudah.
“Kalau kita paham itu sangat mudah. Padahal kalau kita belajar tulisan braille, braille itu hanya punya 6 titik seperti domino. Dari 6 titik itu kalau dijabarkan, braille hanya memainkan 1 sampai 6 titik saja yang bisa membentuk huruf,” jelasnya.
Dari 1-6 titik tersebut terdapat 63 simbol. Seperti huruf Latin, Arab, Matematika, Kimia, hingga Fisika.
“Karena simbol banyak, huruf-huruf yang diwakili banyak, jadi banyak persamaannya. Misal antara braille Arab dan Latin persamaannya 70 samapi 80 persen,” tutur pria yang juga menulis Buku Panduan Cepat Membaca Al-Qur’an Braille ini.
Selain memahami menganai huruf braille, hal lain yang harus ditingkatkan yakni melatih sensitifitas atau kepekaan jari.
Karena huruf braille merupakan huruf taktual yang bisa diakses para tunanetra dengan indera perabanya.
“Jadi yang perlu dilatih adalah sensitifitas dari perabaan itu sediri. Dalam hal ini adalah ujung jari. Karena tunanetra membaca itu dengan ujung jari. Jadi sensitivitas ujung jari sangat penting untuk membaca hurif braille dengan lancar,” tambahnya.
Terakhir, ia pun berharap banyak masyarakat awas yang belajar mengenai huruf braille agar bisa mengajarkan mengajai kepada para tunanetra.
“Saya harap guru yang mengajar di TPA dan guru pendamping inklusi juga bisa mempunyai kemampuan ini. Dengan begitu, di manapun dia berada, dia akan siap untuk mengajarkan tunanetra di sana. Karena selama ini anak tunanetra kesulitan mencari guru,” pungkas Zainul. (Amm/Basra/gg)
Sumber Artikel: Berita Anak Surabaya