MALANG, Tugujatim.id – Desa Pulungdowo di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, mempunyai tradisi yang dinamai ruwatan.
Dalam bahasa Jawa, kata ruwat sama dengan kata luwar yang mempunyai arti terbebas atau terlepas. Sehingga tradisi ruwatan ini diselenggarakan agar seseorang terbebas atau terlepas dari mara bahaya.
Dalam jurnal berjudul Makna Tradisi Ruwatan Adat Jawa Bagi Anak Perempuan Tunggal Sebelum Melakukan Pernikahan di Desa Pulungdowo Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang yang ditulis oleh Dinna Eka Graha Lestari (2020), Jawa merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya.
Masyarakat Jawa yang kental dengan kepercayaan mistis atau sering disebut kepercayaan dalam dunia spiritual memiliki beragam teori yang menjadi dasar dilakukannya sebuah ritual. Ritual tersebut dilakukan untuk menghindarkan diri dari dampak yang ditimbulkan akibat kesalahan manusia, masyarakat Jawa menyebutnya dengan ruwatan.
Ruwatan yang dilaksanakan adat Jawa ini dilakukan bagi mereka yang mempunyai anak perempuan tunggal dan dilaksanakan sebelum anak perempuan tunggal menikah, guna mempersiapkan anak perempuan tersebut agar bersih diri dan hatinya.
Asal muasal adanya ruwatan di Jawa terdapat pada cerita pewayangan seorang tokoh yang bernama Batara Guru. Dia beristrikan dua orang yang bernama Pademi dan Selir. Ruwatan ini dilakukan dengan menggelar pertunjukan wayang lakon Murwakala. Di mana dalang akan menyajikan sesaji khusus untuk memuja Batarakala. Jumpa di acara pamungkas, dalang membaca mantra dengan iringan gamelan dan gending sebagai tolak bala (mengusir Batarakala).
Ruwatan merupakan sebuah usaha yang bertujuan untuk mendapatkan berkah berupa keselamatan, kesehatan, kedamaian, ketentraman jiwa, dan kebahagiaan untuk diri sendiri (yang melaksanakan ruwat) maupun keluarga.
Ruwatan diyakini sebagai sarana pembebasan dan penyucian diri dari segala malapetaka dan kesialan hidup atau sukerta. Meskipun tidak sebanyak dulu, ritual ruwatan masih dapat dijumpai di masyarakat hingga sampai saat ini.
Ruwatan juga memiliki tata cara, sebagaimana agar terlaksana dengan baik dan mendapat hasil yang baik juga. Tata cara ruwatan meliputi dari pergelaran wayang kulit dengan lakon murwakala, siraman, potong rambut, melarung atau menanam potongan rambut dan sesajen, mandi kembang tujuh rupa, dan sampai diakhiri dengan tirakatan semalam suntuk. Tata cara tersebut harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan niat hati yang bersih.
Ruwatan mempunyai cukup banyak persyaratan. Semacam sajen dalam ritual ruwatan, terdiri dari ratus atau kemenyan wangi, kain mori putih, kain batik, padi segedeng, beragam nasi, jenang, jajan pasar, dan benang lawe. Dan itu semua menyesuaikan kebutuhan dan kemampuan. Jadi semua persyaratan tersebut tidak harus dipakai.
Poin terpenting dari ruwatan adalah bagaimana orang yang meruwat melakukan proses ritual ruwatan secara baik dan niat yang bersih dan benar.
Lalu, berapa biaya ruwatan? Dari pengalaman penulis, ruwatan bisa menghabiskan hingga Rp4 juta. Namun, ruwatan yang pernah dilakukan di Desa Segaran, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, menghabiskan biaya ruwat Rp500 ribu saja.
Bedanya, proses ruwatan jauh lebih singkat dibanding dengan prosesi ruwat yang lebih mahal. Ruwatan ini hanya menggunakan beberapa persayaratan saja, seperti membeli ratus atau kemenyan wangi, bunga tujuh rupa, dan membuat jenang empat warna yaitu warna hitam, putih, kuning, dan merah.
Prosesinya diawali dengan membaca doa, kemudian mandi bunga tujuh rupa, dan diakhiri untuk segera membuang jenang empat warna yang sudah dibuat tersebut, dibuang ke sungai yang aliran air yang deras.
Penulis: Sinta Amanda (Magang)
Editor: Lizya Kristanti