KOREA SELATAN, Tugujatim.id – Aplikasi perpesanan anonim, Blind, menyeruak dan menggoyang kultur budaya chaebol di Korea Selatan yang semena-mena terhadap pegawai. Hal tersebut terjadi setelah para karyawan di Negeri Ginseng menggunakan aplikasi tersebut untuk berkeluh-kesah terkait sikap manajemen perusahaan terhadap pekerja di beberapa perusahaan raksasa di Korea Selatan.
Sebagai informasi, melansir dari Tirto, Chaebol merujuk pada grup konglomerasi raksasa yang menaungi sejumlah perusahaan dan dipimpin oleh satu keluarga pendiri beserta keturunannya. Contoh-contoh perusahaan raksasa yang sudah mendunia itu beberapa di antaranya yakni Samsung Group, LG Corporation, Hyundai Kia Automotive Group, ataupun Lotte Corporation.
Banyak eksekutif Korea Selatan telah memerhatikan aplikasi ini seiringnya naiknya popularitas di golongan karyawan. Dalam beberapa minggu terakhir, perusahaan telah mengubah arah keputusan gaji dan masalah lainnya setelah kritik oleh karyawan diungkapkan di aplikasi ini. Kejadian ini adalah penyimpangan yang nyata dari budaya manajemen top-down yang sebelumnya tak tergoyahkan yang melambangkan konglomerat Chaebol di Korea Selatan.
Sedangkan aplikasi Blind sendiri sebenarnya berbasis di Amerika Serikat. Aplikasi ini juga memiliki pengikut di AS terutama di antara karyawan perusahaan teknologi AS. Aplikasi ini dibangun oleh empat orang dari Korea Selatan. Pada saat ini 70% pengguna berasal dari perusahaan Korea, kata perusahaan itu.
Melansir dari Reuters, Kyum Kim, salah satu pendiri Blind, mengatakan bahwa keputusan untuk berbasis di luar Korea memang disengaja.
“Pada awalnya, kami merasa layanan kami akan memiliki nilai lebih bila kantor pusat kami berada di Amerika Serikat – di mana konsep kebebasan berbicara sudah mapan dan dihargai,” kata Kim.
Blind mengharuskan pengguna untuk mendaftar menggunakan email perusahaan sebagai bukti bahwa pengguna bekerja di perusahaan besar, tetapi koneksi antara email perusahaan dan akun Blind kemudian dihancurkan secara permanen untuk memastikan kerahasiaan.
Aplikasi ini diluncurkan pada 2013. Namun kepopulerannya mencapai tingkat lebih tinggi setelah pandemi virus corona. Karyawan menggunakan rute online agar tetap terhubung dan eksekutif perusahaan mulai memperhatikan lebih dekat.
Pengguna aktif bulanan di aplikasi tumbuh menjadi 3,7 juta bulan ini dari 1,3 juta pada Juni 2019. Jumlah posting harian meningkat lebih dari dua kali lipat, menurut perusahaan.
Semangat Serukan Ketidakadilan di Perusahaan
Sekarang, di sela-sela gosip kantor, aplikasi ini juga berfungsi sebagai outlet dalam reaksi sosial yang lebih luas terhadap ketidakadilan yang dirasakan di dunia kerja Korea.
“Blind telah berperan dalam tren masyarakat Korea Selatan dalam permintaan yang lebih besar untuk ‘keadilan’ dalam dinamika perusahaan-karyawan, terutama di kalangan generasi muda yang paham teknologi,” kata Yu Gyu-chang, Dekan Graduate School of Business di Universitas Hanyang.
Pembuat chip memori global No. 2 SK Hynix (000660.KS) memberi stafnya kenaikan gaji tertinggi sejak 2012 bulan ini, setelah aplikasi membantu memicu reaksi balik oleh karyawan terhadap keputusan kenaikan gaji oleh manajemen awal tahun ini.
Pada saat itu, Ketua Grup SK Chey Tae-won telah menawarkan untuk mengembalikan seluruh gajinya tahun 2020 dari perusahaan – sekitar 3 miliar won ($2,64 juta).
SK Hynix menolak mengomentari kenaikan gaji, tetapi mengatakan daya saing upah industri chip secara keseluruhan meningkat.
“Jika menyangkut pekerja kantoran, kami tidak memiliki serikat pekerja dan saya merasa pekerja kantoran berkumpul di Blind dan ‘bersatu’ untuk mengangkat suara kami bersama-sama,” kata seorang karyawan di salah satu dari empat konglomerat terbesar Korea Selatan, menolak untuk diidentifikasi.
Pekerja di perusahaan AS seperti Google dan Amazon juga menggunakan Blind. Banyak juga di Amerika Serikat seperti situs tinjauan pekerjaan Glassdoor untuk menyediakan platform kritik perusahaan secara anonim.
Sebaliknya, di Korea Selatan posting anonim di Blind telah mengguncang perusahaan lebih dari sekadar negosiasi gaji. Pengawasan Kementerian Tenaga Kerja Korea Selatan juga telah menginvestigasi Naver, portal web yang dominan, setelah obrolan di Blind mengklaim seorang karyawan yang bunuh diri setelah mengalami perundungan. Hanya saja, hingga saat ini, Naver menolak berkomentar karena penyelidikan sedang berlangsung.