SURABAYA, Tugujatim.id – Bagi-bagi galak gampil, angpao uang baru saat Lebaran sudah menjadi tradisi saat Hari Raya Idulfitri. Ternyata, tradisi yang disebut juga Tunjangan Hari Raya (THR) itu sudah ada sejak abad ke-16. Bagaimana cerita lengkapnya? Simak ulasan berikut ini.
Galak gampil identik dengan penukaran uang lama ke uang baru sebelum dibagikan ke sanak saudara atau kerabat. Biasanya, uang yang dibagikan dibungkus layaknya angpau.
Akademisi Universitas Airlangga Surabaya Djoko Adi Prasetyo mengatakan, tradisi tersebut yang ada di Indonesia ini merupakan adopsi budaya dari Timur Tengah.
Meski tak ada teori atau bukti yang tertulis secara gamblang, tapi THR kemungkinan besar merupakan pengejewantahan dari sedekah dalam tradisi Islam.
Dosen Antropologi tersebut lebih dalam mengatakan jika tepatnya pada masa Kerajaan Mataram Islam di abad ke-16 hingga 18 menjadi tonggak sejarah bagi-bagi uang ini pertama kali muncul.
“Bangsawan biasanya memberikan uang baru sebagai hadiah kepada anak-anak pengikutnya saat Idulfitri. Hadiah itu sebagai bentuk rasa syukur atas keberhasilan mereka dalam menyelesaikan ibadah puasa selama sebulan penuh,” katanya.
Lantas, di era modern, di Indonesia pada masa kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi mencetuskan THR sebagai bentuk kesejahteraan aparatur negara. Kemudian hingga saat ini bertahan sebagai tradisi pemberian uang untuk karyawan dan sanak saudara.
Meski tidak harus berbentuk uang cash atau angpau, Djoko menuturkan jika pemberian uang melalui elektronik atau transfer juga tak mengurasi makna simbol dari THR sendiri. Sebab, THR merupakan rasa hormat, bersyukur dan bisa saling berbagi.
“Kita juga harus paham bahwa budaya itu tidak abadi. Selama budaya itu masih ada masyarakat pendukungnya, maka budaya itu akan tetap lestari. Demikian sebaliknya, apabila masyarakat pendukung budaya tersebut sudah tidak mendukung lagi, maka budaya itu akan terkikis dan bahkan musnah,” tandasnya.
Reporter: Izzatun Najibah
Editor: Darmadi Sasongko