JEMBER, Tugujatim.id – Kabupaten Jember menempati peringkat ketiga kasus HIV-AIDS (Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immunodeficiency Syndrome) di Jawa Timur, setelah Surabaya dan Sidoarjo. HIV-AIDS di Jember capai 8000 kasus dengan pasien Orang dengan HIV-AIDS (ODHA) termuda terdeteksi berusia 15 tahun.
“Jadi memang 8.000 itu jumlah kumulatif semenjak tahun 2002, tapi per tahun memang terjadi peningkatan,” ujar Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jember, Hendro Soelistijono usai menerima kunjungan Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Jember pada Senin (16/12/2024).
Temuan tersebut merupakan upaya Dinkes Jember, untuk segera mengetahui dan memberikan penanganan terhadap pasien dengan kasus penyakit menular seperti HIV-AIDS. Menurut Hendro Soelistijono, jika tidak segera ditemukan, adanya potensi penyebaran akan semakin besar.
“Coba bayangkan, kalau kita tidak temukan, itu seperti fenomena gunung es yang ketemu hanya ujungnya saja dan di bawah itu lebih banyak, hal tersebut berpotensi menularkan, kenapa tinggi? Ya karena teman-teman bekerja, karena teman-teman mencari betul karena tidak muda,” papar Hendro Soelistijono.

Meski Hendro Soelistijono tidak menjelaskan secara gamblang terkait daerah-daerah penyebaran kasus HIV-AIDS tertinggi, dirinya menegaskan bahwa penyakit menular yang satu ini tersebar di seluruh Kabupaten Jember.
Di tahun 2024, setidaknya penambahan kasus HIV-AIDS di Jember sebanyak 600-an. Hendro Soelistijono menegaskan bahwa capaian tersebut bukan merupakan kebanggan, melainkan menjadi bentuk kinerja untuk menemukan ODHA, untuk memberikan penanganan dengan tujuan memutus rantai penyebarannya.
Sementara itu, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jember, Rita Wahyuningsih menjelaskan rentang usia pasien ODHA. Dimana, Dinkes Jember telah menemukan pasien termuda dengan usia 15 tahun.
“Usia yang paling muda itu 15 tahun, tetapi untuk pada umumnya usianya sekitar 25-40 tahun paling banyak,” kata Rita Wahyuningsih.
Rita menegaskan bahwa, di tingkat pelajar pihaknya tidak melakukan screening aktif, melainkan pasif. Hal tersebut dilakukan dengan berbagai upaya pencegahan, seperti sosialisasi maupun edukasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Reporter : Diki Febrianto
Editor: Darmadi Sasongko