TUBAN, Tugujatim.id – Berangkat dari hal yang receh tak melulu soal yang remeh. Demi mencapai hal besar, terkadang kita perlu melalui hal kecil dan sederhana. Hal itulah yang mungkin mendasari Hirman dan teman-temannya yang berasal dari Desa Ketambul, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban untuk membuat komunitas bernama Perpus Jalanan Tuban. Sebuah komunitas yang terbentuk dari candaan dan diskusi di warung kopi.
Merasa terkungkung dengan aktivitas yang mereka anggap monoton serta kesamaan keinginan untuk bisa bermanfaat dan ingin berbagi untuk sesama, Hirman dkk memutuskan membuat ruang untuk berbagi, berdiskusi, serta mewadahi kreativitas, bakat, dan minat.
Komunitas Perpus Jalanan Tuban ini dibentuk pada 9 Juli 2019 silam. Hal itu juga didorong dengan budaya literasi yang begitu minim di lingkungan mereka yang membuat mereka ingin menciptakan ruang-ruang untuk menggaunkan semangat literasi.
Bermodalkan sejumlah buku koleksi pribadi dan hasil donatur masyarakat, mereka membuka lapak di pujasera kompleks GOR Rangga Jaya Anoraga Tuban setiap malam minggu sebelum adanya pandemi Covid-19.

Aktivitas melapak tersebut tak melulu membaca buku dan diskusi. Namun ada yang melukis, berpuisi, atau bermusik semua tergantung keinginan.
“Alhamdulillah. Respon masyarakat baik. Malahan ada yang mendonasikan buku,” ucap Hirman, salah satu anggota komunitas ketika berdiskusi via WhatshApp dengan Tugu Jatim.
Meski sudah rutin melakukan kegiatan membuka lapak, Hirman mengakui dalam komunitasnya tidak ada struktur secara formal semua berjalan atas dasar tanggungjawab dan kesadaran bersama.
“Tidak ada stuktur. Yang biasanya menyiapkan melapak 7 orang,” katanya.
Cara promosi mereka terbilang sudah kekinian sebagai sebuah komunitas, setiap akan melapak dibuatkan poster, dan dibagikan di akun sosial media untuk memacing daya tarik masyarakat lebih luas.
Pandemi Mengubah Strategi Komunitas
Bukan hanya ekonomi, kesehatan, maupun pendidikan saja yang terkena dampak dari adanya pandemi Covid-19, komunitas ini pun harus memutar otak untuk menemukan strategi agar tetap bisa melakukan ngelapak.
“Sebelum pandemi melapak di GOR (Rangga Jaya Anoragam red) kondisional. Pas pandemi melapak di desa-desa sekitar palang. Kadang di pos ronda, kadang juga di balai desa,” tegas Hirman.
Meski demikian, adanya pandemi tak menyurutkan semangat tetap bermanfaat dan mengampanyekan betapa pentingnya literasi.
Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019. Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.