TULUNGAGUNG, Tugujatim.id – Siapa sangka di usianya yang masih sangat muda yaitu 27 tahun, Khatarine Paula bisa menjadi pengusaha sukses.
Pengusaha muda ini telah menekuni bisnis makanan instan non-MSG dan tanpa bahan pengawet sejak 2017 silam. Bisnisnya ini terletak di Jalan Pahlawan Nomor 97, Kedungwaru, Tulungagung, Jatim.
Paula menceritakan awal mula menekuni bisnis di usia muda karena hobi berjualan, tapi mulai serius menekuninya sejak terimpit kondisi keuangan keluarga.
“Beberapa bisnis sudah saya coba, tapi waktu itu nggak cuma bisnis snack, tapi juga membuka kafe. Sayangnya, di tengah pandemi seperti sekarang, keuangan kafe saya pun mengalami minus banyak sekali,” ujarnya.
Bahkan, selama menjalankan bisnis tersebut, omzetnya mengalami penurunan hingga menjual perabotan kafe dan tidak bisa membayar gaji karyawan. Tidak berhenti sampai di sini, dia mulai teringat dengan bisnis makanan instan non-MSG dengan merek cap “Sayang” yang telah lama vakum.
“Saya punya balita dan baby dengan keuangan minus, kebutuhan semakin banyak, listrik naik, dan SPP naik. Akhirnya saya ingat dengan bisnis makanan instan yang sudah lama vakum dan ini saya tekuni selama wabah Covid-19,” ujarnya.

Rupanya perkembangan bisnis brand cap “Sayang” yang hanya bermodal dari hasil penjualan perabot kafe mengalami perubahan yang signifikan. Tak hanya itu, selama kurang lebih 1 tahun, dia memiliki banyak reseller dari berbagai daerah.
“Saya jualan perabotan modalnya digunakan untuk menggenjot usaha cap ‘Sayang’ dan sudah memiliki 3 agen. Yaitu, di Jawa Tengah, Manado, dan Blitar. Serta punya 32 reseller,” imbuhnya.
Untuk promosi brand-nya yaitu melalui media sosial (medos) Instagram maupun Facebook. Tak disangka, usaha dia untuk bangkit dari perekonomian terpuruk, kini malah jauh lebih baik hasilnya.
“Awalnya suami saya tidak tertarik dan sempat ganti usaha karena dapat modal buka warung. Tapi, justru rezekinya dari usaha ayam suwir cap ‘Sayang’ yang menjadi tiang penghasilan kami. Awal jualan di Facebook itu ditaruh di tempat plastik, bikin status di WA, dan alhamdulillah sekarang sudah ada banyak reseller di Instagram serta website. Untuk masaknya, dulu ya masak sendiri gantian sama suami memakai kompor rumahan ala kadarnya sambil mengurus 2 anak, tapi sekarang sudah punya karyawan,” paparnya.
Saat ini brand cap “Sayang” yang awalnya hanya ayam suwir dengan 2 varian yaitu original dan pedas, kini bertambah varian baru yaitu super pedas. Tak hanya itu, bisnis ayam suwir instan non-MSG dan tanpa bahan pengawet ini juga merambah ke sambal dengan berbagai varian.

Melalui usaha ini, harapannya bisnis yang tengah dia jalani bukan hanya menjadi home industry, tapi memiliki rumah produksi sendiri dan bisa membuka banyak lapangan pekerjaan di tengah pandemi.
“Produksi kami bisa membantu emak-emak untuk menyiapkan lauk secara praktis non-MSG untuk keluarga tersayang di situasi sibuk. Juga bisa membuka lapangan pekerjaan yang banyak apalagi saat pandemi seperti sekarang ini. Semoga brand cap ‘Sayang’ sesuai dengan doa dan harapan saya waktu memberikan nama itu bisa menjadi cap membekas di hati konsumen, keluarga, dan karyawan yang bekerja penuh dengan perjuangan untuk orang tersayang. Selain itu, cap ‘Sayang’ juga disajikan dengan kasih sayang,” harapnya.
Selain berbisnis, Paula juga bergabung dengan komunitas Tangan Di Atas (TDA) mulai tahun 2020. Banyak manfaat yang dia peroleh mengikuti komunitas itu. Salah satunya yaitu banyak mentor untuk mengembangkan bisnis. Bukan hanya itu, komunitas TDA juga aktif di kegiatan sosial.
“Awalnya saya, Mas Galih, dan Mas Iva Johan (pengusaha sekaligus penggagas komunitas TDA di Tulungagung, red). Kami bertiga yang awal mulai inisiatif pengen ada TDA Tulungagung. Tujuannya ada sinergi nyata, bener-bener bisa bertukar pikiran, saling sharing, dan ketika berkumpul itu yang tadinya kurang greget, tiap habis kontak sesama anggota TDA jadi nge-charge gitu energinya, jadi semangat lagi,” kesannya.
Tak lupa dia juga membagikan tip bisnis bagi generasi muda atau pemula. Di antaranya, harus punya tekad, memiliki semangat, tidak menunda pekerjaan, mengikuti komunitas, dan selalu berpikir positif.
“Selagi semangat itu muncul jangan ditunda karena sejatinya manusia gampang berubah-ubah pikiran, jika ada hambatan yang membuat kamu down, stres, dan merasa gagal, cobalah melihat ke sisi lain, pergilah dari zona nyamanmu, mungkin di sekitarmu sudah ada solusinya,” ujarnya. (rza/ln)