TUBAN, Tugujatim.id – Entah harus memutar otak seperti apalagi oleh para perajin tahu untuk mengatur biaya produksi yang kian hari semakin tinggi. Bahkan, salah satu perajin tahu di Kabupaten Tuban ini sempat berpikir ingin pensiun dan menjual pabriknya.
Kondisi ini yang dirasakan Wardam, 74, warga Desa/Kecamatan Plumpang, Tuban, sekaligus pemilik Pabrik Tahu UD Barokah. Ya benar, situasi ini tak berpihak pada perajin tahu. Harga kedelai yang tinggi, tak sebanding dengan yang diperoleh.
“Semenjak harganya Rp10 ribu, kemudian naik terus. Sampai saat ini Rp 12.400, naiknya setiap hari. Walaupun hanya seratus rupiah, tapi sangat terasa,” ucapnya.
Bahkan, dia sempat merasa putus asa ingin pensiun dari bergeliat bisnis olahan kedelai ini karena harga yang memberatkan pengusaha. Tak hanya dua hari berhenti produksi. Hal tersebut dia gunakan untuk saling berunding dengan pelanggannya terkait apakah pasar mau jika harga tahunya dinaikkan.
“Sempat berhenti dua hari, pelanggan tidak terima jika harganya naik karena saingan lainnya tidak mau diajak kompromi. Sehingga mau tidak mau, melihat kondisi dulu,” terangnya.
Dia pun sempat memiliki pemikiran untuk menjual pabrik tahunya. Namun, perajin tahu ini masih mempertimbangkan nasib karyawannya yang ikut dengannya selama puluhan tahun yang lalu. Dari sebelumnya 8 karyawan, masih bertahan dua orang.
“Kalau berhenti, nanti kasihan yang ikut saya. Terus umpama berhenti ingin melakukan usaha lagi. Pasti tidak sama dengan sebelumnya. Sebab, akan kehilangan pelanggan karena tidak berproduksi. Serba repot, Mas,” jawabanya dengan nada lesu.
Penderitaannya semakin ditambah dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pastinya, ongkos yang dikeluarkan untuk produksi dan akomodasi mengantarkan barang juga akan bertambah banyak.
“Ini juga BBM naik. Mau tidak mau, kami juga menaikkan harga. Meski agak diprotes sama bakul karena saingan lainnya tidak bisa diajak kompromi. Kini per papan saya jual Rp30 ribu dari harga sebelumnya Rp28 ribu,” terangnya.