Tugujatim.id – Kendaraan listrik sedang gencar diperhatikan oleh pemerintah Indonesia. Misalnya pada gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Bali pada November 2022, sebanyak lima model mobil listrik turut ambil bagian untuk digunakan oleh kepala negara maupun delegasi-delegasi yang hadir pada acara internasional itu.
Meski kampanye mobil listrik gencar dilakukan hingga muncul subsidi pajak untuk mobil listrik, nyatanya masyarakat Indonesia masih ragu-ragu beralih dari mobil berbahan bakar fosil ke mobil listrik. Bahkan, tak sedikit masyarakat yang masih khawatir dengan keamanan baterai dari mobil listrik.
Dalam Indonesia Electric Vehicle Outlook yang dikeluarkan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) melaporkan, terdapat beberapa hambatan dalam proses adopsi kendaraan listrik di Indonesia.
Hambatan utama sebanyak 71,2 persen adalah sulitnya menemukan SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum). Hambatan selanjutnya adalah harga kendaraan listrik yang masih mahal, sekitar 62 persen. Lalu, keterbatasan jangkauan dari kendaraan listrik (limited range) menjadi hambatan selanjutnya sebanyak 52 persen.
Penggantian baterai dan operasional lainnya menjadi hambatan selanjutnya sebanyak 46,6 persen. Disusul durasi pengisian daya baterai menjadi hambatan lain sebanyak 32,4 persen. Soal performa, daya tahan dan keselamatan menjadi faktor penghambat selanjutnya sebesar 28,6 persen. Pilihan model dan tipe menempati urutan selanjutnya dengan persentase 10,2 persen.
Namun, sebagai catatan, adopsi kendaraan listrik roda dua dan roda empat di Bali meningkat sejak 2017 lalu. Pada 2017 hanya terdapat enam kendaraan listrik di Bali. Jumlahnya meningkat pada 2018 menjadi 24 kendaraan, lalu pada 2019 naik menjadi 97 kendaraan, pada 2020 dijumpai 247 kendaraan. Kemudian, pada 2021 naik menjadi 864 kendaraan dan per Desember 2022 naik lagi menjadi 1.602 kendaraaan.