SURABAYA, Tugujatim.id – Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, KontraS, LBH Pers, dan LBH Lentera mendesak agar polisi mengusut dan mengungkap seluruh pelaku yang terlibat dalam penganiayaan yang dialami Nurhadi, jurnalis Tempo, di Surabaya.
Kadiv Advokasi Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis Fatkhul Khoir mendampingi Nurhadi dalam sesi prarekonstruksi yang digelar Polda Jatim di tempat kejadian perkara (TKP). Fatkhul menyampaikan bahwa prarekonstruksi yang dipimpin Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jatim Kombespol Totok Suharyanto, polisi mendatangkan dua pelaku berlatar belakang Polri, yakni Purwanto dan Firman, untuk dikonfrontir dengan keterangan yang telah disampaikan Nurhadi dalam pelaporan sebelumnya.
“Jadi, dalam prarekonstruksi kemarin, baru dua pelaku yang didatangkan polisi. Kami mendesak kepolisian agar mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang terlibat, termasuk aktor intelektualnya. Semua yang terlibat harus diadili sesuai hukum yang berlaku,” terang Fatkhul dalam rilis yang diterima Tugu Jatim pada Selasa sore (30/03/2021).
Fatkhul yang sekaligus sebagai sekretaris KontraS, mengatakan, dalam prarekonstruksi yang telah digelar, dua pelaku mengakui telah turut melakukan pemukulan terhadap Nurhadi.
“Keduanya juga mengaku membawa Nurhadi ke Hotel Arcadia serta menekan agar tak memuat pemberitaan apa pun yang informasinya diperoleh di resepsi pernikahan tersebut,” bebernya.
Hal ini jelas melanggar Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Fatkhul menjelaskan, karena para pelakunya dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat kemerdekaan pers.
“Keduanya memang mengakui turut melakukan penganiayaan. Tapi, berdasarkan keterangan dari korban, pelaku lain juga melakukan penganiayaan yang lebih keras. Bahkan, pelaku tersebut memberikan ancaman seperti mau masuk ‘UGD’ (unit gawat darurat, red) atau ‘kuburan’?” ujarnya.
“Pelaku lain yang terlibat dalam penganiayaan ini adalah ajudan Angin Prayitno Aji. Ada setidaknya antara 10-15 pelaku yang terlibat dalam represi,” ujarnya.
Sebagai informasi, apa yang dilakukan para pelaku adalah termasuk menghalangi kegiatan jurnalistik dan melanggar UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Selain itu, mereka juga terjerat UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang pengesahan konvensi hak sipil dan politik, dan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang pengimplementasi Hak Asasi Manusia. (Rangga Aji/ln)