Malang, Tugujatim.id – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menggelar webinar bertema Public Hearing On Trustworthy News Indicator, Media di Tengah Dinamika Pemilu, Rabu (28/02/2024). Acara berlangsung secara hybird yaitu online melalui zoom dan offline dari Jawa Tengah secara bersamaan.
AMSI mendorong terciptanya ekosistem serta eksistensi media yang sehat dan berkualitas di tengah minimnya kepercayaan publik terhadap media saat ini. Webinar dihadiri ratusan pekerja media dari seluruh Indonesia dan bertindak sebagai moderator, Intan Nurlaili, perwakilan AMSI Jawa Tengah.
Ketua Partai Internews Indonesia, Eric Sasono, mengatakann acara yang mengangkat isu trustworthy bertujuan sebagai self regulation atau langkah yang dibangun dari diri media itu sendiri yang ingin berkembang secara sehat dan dewasa dengan memperkuat konten dan kerja editorial pada berita.
“Langkah-langkah tersebut berupaya untuk menerapkan standar tinggi dalam informasi yang diproduksi oleh media online agar bisnis media tersebut mendapatkan pembaca atau stakeholdernya,” katanya.
Nur Kholiq menyampaikan pendapatnya tentang dinamika Pemilu saat ini. Beliau menyampaikan bahwa muncul isu yang dianggap seksi dan tidak seksi di kalangan media, seperti contohnya tahapan pemutakhiran data pemilih yang tidak dianggap seksi oleh publik.
Beliau juga berpendapat bahwa isu seperti ini seperti bekerja di ruang gelap karena lepas dari perhatian publik yang seharusnya menjadi isu penting dalam tahapan Pemilu. Lain halnya dengan kampanye dan rekap hitung suara yang dianggap lebih seksi yang dapat menarik perhatian publik untuk diperhatikan.
Maka dari itu, isu-isu lain dalam pemilu seharusnya dapat diangkat di media dimana itu akan memberikan dampak yang bagus seperti keterlibatan disabilitas dalam pemilu, masyarakat yang harus menempuh jarak yang jauh untuk ke TPS, dan lain-lain.
“Dinamika pemilu kali ini menurut saya menarik. Kita bisa menyaksikan semua kalangan masyarakat membicarakan tentang pemilu. Maka dari itu, muncullah isu-isu yang dianggap seksi dan tidak seksi. Kita bisa ambil contoh tahapan pemutakhiran data pemilih. Ini kan seperti kerja di ruang gelap atau lepas dari perhatian publik dibandingkan dengan rekap hitung suara. Jadi saya kira keterlibatan disabilitas, TPS yang jauh, dll itu jika diangkat ke publik akan memberikan impact yang bagus,” ungkapnya.
Sementara Bangkit Aditya Wiryawan, Ph.D., akademisi Universitas Diponegoro, bahwa dinamika pemilu kali ini dipengaruhi oleh pengguna media sosial yang terus bertambah. Beberapa dosen di Universitas Diponegoro dan 12 organisasi telah menginisiasi kampanye berintegritas di sosial media.
Dengan berpartner dengan Bawaslu Pusat dan organisasi lain selama setahun terakhir, mereka telah meningkatkan upaya tahapan kampanye berintegritas ini dengan selalu melakukan cek fakta tentang berita yang muncul di internet. Hal ini bertujuan agar pembaca tidak terjebak dengan berita tidak benar.
“Kami, beberapa rekan dosen di Undip dan 12 organisasi, menginisiasi kampanye berintegritas di sosial media. Jadi selama setahun terakhir, bersama bawaslu dan lainnya, kami meningkatkan upaya tahapan kampanye berintegritas di ruang publik. Kami aktif bersama-sama apa berita yang muncul atau viral di internet dicek faktanya agar pembaca tidak terjebak dengan berita yang salah. Hapannya ini bisa terus berlanjut sampai pemilu selanjutnya” jelasnya.
Disisi lain wakil ketua umum AMSI, Upi Asmaradhana juga memaparkan data mengenai hasil survei tentang tingkat kepercayaan publik terhadap media di beberapa negara. Berdasarkan data yang diambil dari Reuters Institute for the Study of Journalism University of Oxford tersebut, Indonesia berada di posisi lima terendah, dengan hasil sekitar 39%, di belakang Thailand, Jepang, Singapura, Australia, Hong Kong, dan India. Mengetahui akan hal ini, beliau merasa sangat penting untuk meningkatkan Trustworthy News Indicators dalam bisnis media di Indonesia.
Beliau juga menekankan bahwa untuk membangun Trustworthy kepada masyarakat media harus benar-benar paham mengenai bagaimana cara membahas maupun memberitakan iklan. Menurut beliau media perlu memberikan label yang jelas agar masyarakat dapat mengetahui dan membedakan mana berita yang disponsori dan yang bukan. Selain itu, perlu juga digaris bawahi bahwa media tidak boleh mempromosikan atau mengiklankan barang terlarang, seperti narkoba, obat-obatan terlarang, senjata ilegal, atau barang selundupan.
Salah satu hal menarik terkait trend perubahan politik ke depan yang dikemukakan oleh Bangkit Aditya Wiryawan, Ph.D. juga adalah bagaimana politik Indonesia lebih didefinisikan oleh era digital.
Hal ini diketahui melalui studi tentang membandingkan dukungan sosial yang dilakukan buzzer dan perhitungan suara pada kenyataannya. Buzzer-buzzer tersebut, yang dibayar ataupun tidak, bertujuan untuk mempengaruhi opini publik tentang politik. Mereka menggunakan keyword atau hashtag tertentu untuk mempopulerkan opininya.
Studi ini menggunakan sosial media X, sebagai sosial media yang sering digunakan untuk membicarakan politik, dan alhasil dukungan di sosial media itu hampir sama dengan hasil pemilu pada kenyataannya. Dari hasil ini sepertinya media sosial dapat mempresentasikan hasil di dunia nyata.
“Interaksi pengguna sosial media memegang perubahan penting dengan adanya buzzer-buzzer ini. Jika keyword tertentu muncul banyak, berarti mereka memiliki buzzer yang banyak juga, dibayar maupun tidak. Lalu kita lihat kok sepertinya trending keyword itu hampir sama dengan hitungan pada kenyataannya, walaupun memang belum terakumulasi semuanya. Maka dari itu, kita berinisiatif untuk berusaha memberikan pendidikan tentang sosial media agar masyarakat dapat mempertahankan dari misinformasi,” tambahnya.
Penulis: Azmi Azaria & Jelita Putri W.
Editor: Darmadi Sasongko