PASURUAN, Tugujatim.id – Kasus ayah jewer anak di Kota Pasuruan, Jawa Timur, memasuki agenda sidang tuntutan. Terdakwa AF (35) dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) dengan hukuman pidana satu tahun penjara. Sidang pembacaan tuntutan ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pasuruan pada Rabu (22/11/2023).
JPU Kejari Kota Pasuruan meminta majelis hakim untuk menyatakan terdakwa AF bersalah dalam kasus kekerasan anak. JPU menganggap AF telah terbukti bersalah melakukan kekerasan terhadap anak sebagaimana diatur dalam pasal 80 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara satu tahun,” kata JPU dalam amar tuntutannya.
JPU juga menuntut agar terdakwa dijatuhi hukuman denda senilai Rp4 juta. “Bila tidak maka diganti dengan pidana subsider satu bulan kurungan badan,” imbuhnya.
Menanggapi tuntutan tersebut, penasehat hukum AF, Wiwin Ariesta mengaku keberatan terhadap tuntutan JPU. Menurut argumennya, penegakan hukum harusnya berdasarkan atas kepentingan masa depan anak.
Di mana baginya, dalam kasus ini, tindakan yang diambil oleh kliennya semata-mata untuk kepentingan pendidikan anak.
Di mana dalam fakta persidangan, tindakan menjewer kuping ini dilakukan lantaran si anak tidak mau masuk pondok selama beberapa hari. “Perbuatan AF ini sama sekali tidak ada niat jahat, melainkan mendidik anak kandungnya dalam hal pendidikan,” ujar Wiwien, pada Senin (27/11/2023).
Wiwin menambahkan bahwa dalam fakta persidangan, juga terungkap bahwa AF adalah tulang punggung keluarga. Pria yang bekerja sebagai karyawan swasta itu harus menghidupi empat anak, istri, serta ibu kandungnya. “Jika AF harus menjalani hukuman di penjara, maka siapa yang akan menghidupi keluarganya dan membiayai sekolah anak-anaknya?” imbuhnya.
Wiwin juga menuturkan perspektif yang dilihat dari kacamata budaya lokal Kota Pasuruan. Di mana di kota santri ini, banyak masyarakat atau orang tua yang cenderung ingin menyekolahkan anaknya di pendidikan berbasis agama Islam, seperti halnya pesantren.
Menurutnya, untuk kepentingan belajar agama Islam, dalam hukum agama juga masih diperbolehkan untuk mengingatkan atau menegur anak apabila si anak tidak mengindahkan orang tuanya. “Tentunya mengingatkannya dengan batas-batas tertentu,” ucapnya.
“Harapan kami hakim bisa bijak memutuskan dengan mempertimbangkan kearifan lokal, bukan hanya semata unsur-unsur pasal pidana di KUHP,” pungkasnya.
Reporter: Laoh Mahfud
Editor: Lizya Kristanti