SURABAYA, Tugujatim.id – Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana menjelaskan bahwa konsep Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis mikro yang disampaikan dalam Instruksi Mendagri No 3 Tahun 2021 yang membagi zonasi menjadi empat, sedikit ada perbedaan penyesuaian penerapan di Kota Surabaya yang membagi zonasi hanya tiga.
“Jadi kalau menurut Instruksi Mendagri No 3 Tahun 2021 nanti PPKM mikro ini melihatnya di tingkat RT, sehingga gambaran ada 4 zona kalau dalan imendagri. Ada zona hijau kasus 0, zona kuning 1-5 di satu RT, zona orange 5-10, zona merah di atas 10 kasus di satu RT,” terang Plt Wali Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana di Balai Kota Surabaya, Selasa (09/02/2021), pukul 08.30 WIB.
Whisnu menjelaskan bahwa sesuai Instruksi Mendagri No 3 Tahun 2021, kebijakan yang dilakukan dan situasi nyata lapangan di Surabaya memiliki perbedaan sedikit. Untuk kejadian aktif di masing-masing RT hampir tidak pernah ada lebih dari 5 kasus. Sehingga nanti surat edaran yang akan diberikan Plt Wali Kota Surabaya akan membagi zona sendiri, menjadi tiga zona saja.
Seperi Apa Pembagian Zona di Surabaya saat PPKM Mikro
“Zona hijau kalau dalam satu RT, tidak ada kasus aktif. Zona kuning bila ada 1 saja kasus aktif dan itu perlakuannya sama seperti zona orange dalam Instruksi Mendagri No 3 Tahun 2021. Jadi kita lakukan, begitu ada satu kasus aktif kita langsung Swab Test Massal di wilayah RT itu. Tapi tidak blocking,” jelasnya.
Selain itu, Whisnu menambahkan, bila berbagai surat rekomendasi untuk isolasi mandiri di rumah sudah dihilangkan dan diberhentikan. Lantaran kluster keluarga menjadi kluster terbanyak kedua setelah kluster perkantoran. Karena sebagian keluarga masih belum tahu cara penanganan pasien COVID-19 yang tepat.
“Sambil kita konfirmasi soal kasus positif, sesuai orientasi saya beberapa waktu yang lalu (sejak 3 minggu lalu, red), kita tidak lagi memberikan isolasi mandiri di rumah. Karena menurut data kita kluster rumah tangga ini kedua terbesar setelah kluster perkantoran,” tuturnya.
Akibatnya, Whisnu menjelaskan, ketika memberi isolasi mandiri di rumah karena semula melihat rumah tersebut layak untuk isolasi mandiri, tetapi ternyata banyak warga yang belum paham bagaimana melakukan isolasi mandiri.
Whisnu melanjutkan, warga masih kontak dengan keluarga yang dikonfirmasi positif COVID-19, kadang mungkin masih keluar dari kamar. Selain itu, Whisnu juga menceritakan bahwa, pemberian makan tidak menggunakan APD yang memadai, sehingga muncul kluster keluarga.
“Makanya sejak 3 minggu yang lalu, saya instruksikan tidak ada lagi isolasi mandiri di rumah, begitu ada konfirmasi positif kita evakuasi dari jajaran tiga pilar dari Polri dan TNI bisa membantu kita melakukan evakuasi dengan istilah Swab Hunter,” terangnya.
“Jadi kalau memang ada yang positif kita lakukan Swab Hunter jadi kalau memang OTG (Orang Tanpa Gejala, red) kita bawa ke Asrama Haji. Kalau butuh perawatan baru kita kirim ke rumah sakit terdekat. Nah ini yang kita harapkan kalau 1 kasus ada, zonanya jadi kuning,” jelasnya.
Di sisi kain, melanjutkan pemaparan, Whisnu mengatakan kalau sudah ada 2 atau lebih kasus, mulai dinyatakan zona merah untuk RT tersebut. Kemudian dilakukan ‘blocking area‘ sambil menjakankan swab test satu RT. Lantas menunggu dari teman-teman Dinkes kecepatan untuk hasil Swab Test tersebut.
“Karena kalau hasil Swab Test lebih dari 24 jam maka kalau misalkan RT besar dan perlu waktu lama untuk Swab Test, berarti kita juga siapkan makanan untuk warga itu. Maka dari itu perlu ‘blocking area’ agar warga tidak keluar rumah,” jelasnya.
Perlakuan zona merah saat PPKM ini sama seperti yang ada di Instruksi Mendagri No 3 Tahun 2021. Surabaya lebih ketat lagi, lantaran di Kota Surabaya tidak menunggu sampai 10 kasus kemudian dinyatakan zona merah, namun cukup 2 kasus sudah dinyatakan zona merah di tingkat RT. (Rangga Aji/gg)