MALANG, Tugujatim.id – “Di, Di Adi, Di. Krungu a? Iyo, yowes. Koyok biasane ae sak karepmu. Mbuh sak karepmu. (Di, Di, Adi, Di. Kamu mendengar? Ya sudah. Seperti biasanya saja, terserah kamu. Terserah kamu),” ujar Agus Fauzi Romadhon saat memulai pertunjukannya pada Minggu malam (07/08/2022). Agus Biola, nama panggungnya, kemudian memainkan musik biolanya yang khusus dibuat untuk almarhum seniman Mojolangu Kota Malang, Adi Goh Tiadatara, di Vulpe Kafei, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
Musik biola pun menghipnotis puluhan penonton yang hadir dalam peringatan wafatnya Adi Goh Tiadatara itu. Pria berusia 43 tahun ini mengatakan, sempat syok mendapatkan kabar duka sahabatnya itu.
“Saya sempat syok karena dalam 1 bulan mendapatkan kabar duka. Pertama seniman kawakan Moehammad Sinwan atau biasa dipanggi Lekboss. Tak berselang lama, sahabat saya Adi Goh,” ujarnya tampak sedih.
Alumnus Universitas Negeri Malang (UM) ini pun menceritakan dia bertemu Adi pada 1997 dalam satu komunitas Teater Ideot. Sosok almarhum di matanya adalah orang yang baik, tidak aneh-aneh. Bahkan, dia adalah orang yang bisa men-setting gedung aula sendirian tanpa bantuan orang lain. Mulai dari memasang kain hingga lampu untuk sebuah pertunjukan teater.
“Mas Adi adalah orang yang baik dan nggak neko-neko. Hanya dia satu-satunya orang yang bisa men-setting aula sendirian lho!” katanya saat bercerita soal sosok Adi.
Sementara itu, pertunjukan lain pun tak kalah epik saat seniman lainnya teatrikal drama. Dua orang tampak memakai jarit yang menggambarkan perjalanan yang berliku, penuh semangat, hingga akhirnya meninggal dunia. Teatrikal ini pun membuat penonton menjadi hening, tampak raut wajah mereka merasa kehilangan sosok seniman humble di kalangan seniman di Malang Raya itu.
Aksi memukau juga ditampilkan anak kedua dari almarhum Adi, Zedezane ZegnaZegdar. Berpakaian jarit dengan memakai berbagai properti sangkar burung, bakiak, kalung besi, kipas raksasa, dan botol kendi, dia meluapkan rasa hampanya tanpa sosok ayahnya yang sangat dicintai. Usai tampil, Zee, sapaan akrabnya, mengatakan, ingin berteriak, menangis, dan mau melakukan apa pun secara bebas. Dia mengaku merasa hampa tanpa kehadiran sosok ayahnya. Ibaratnya, masakan tidak ada bumbu dan micinnya.
“Mungkin hidup saya akan seperti ini, hampa seperti masakan tanpa bumbu. Sebab, tak akan ada yang pernah bisa menggantikan sosok ayahnya (Adi Goh, red),” jelas Zee tampak tegar menceritakan isi hatinya.
Sedangkan Sugiarto atau akrab disapa Cak Gik Arbanat, seniman asal Kota Malang, yang juga penyelenggara mini show ini, mengatakan, tujuan diadakan acara ini untuk mengenang 100 harinya Adi Goh Tiadatara, seniman Kota Malang yang meninggal di Kediri, 18 Maret 2022. Menurut dia, sosok Adi memberikan kontribusi kesenian yang sangat besar di Kota Malang, bahkan Malang Raya.
“Dia telah berkontribusi banyak di dunia kesenian, apalagi untuk dunia anak-anak,” ujarnya.
Anggota grup musik “Soegeng Rawoeh” ini juga mengungkapkan rasa kehilangan yang begitu mendalam. Karena itu, dia dan belasan seniman di Malang Raya berinisiatif membuat acara mini show ini untuk mengenangnya.
“Hampir semua punya cerita tentang Adi dan mereka merasa kehilangan. Alhamdulillah, acaranya berjalan dengan lancar. Harapan tempat Vulfei Kafei ini hidup menjadi salah 1 ruang publik untuk membuat acara-acara berkesenian, diskusi, bedah buku, dan lain-lainnya untuk terus melanjutkan perjuangan Adi,” ujar alumnus Prodi Ikom UMM ini.
Selain drama teatrikal, para seniman juga menampilkan skill-nya di bidang masing-masing. Mulai dari menyanyi, pembacaan puisi, hingga bermain alat musik seruling. Semua larut dalam kenangan bersama Adi.
Untuk diketahui, acara peringatan wafatnya almarhum Adi ini dihadiri dari seniman di Malang Raya. Mulai dari Soegeng Rawoeh, Bayu Putra, Gopal, Gembo, Komsen, Sopret, Zee, Barata, Jujut, Petik Romantik, Agus Biola, Kebo, dan seniman lainnya.
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugujatim , Facebook Tugu Jatim ,
Youtube Tugu Jatim ID , dan Twitter @tugujatim