Budaya Bahtsul Masail, Sumbangsih Pesantren untuk Negeri

Ilustrasi santri mengaji. Foto: dok pexels

Oleh: Amir Hamzah*

Dengan usia bumi yang terus bertambah, berkembangnya teknologi dan lahirnya hal-hal baru merupakan keniscayaan. Hal ini juga menimbulkan polemik dan problematika baru, khususnya yang terkait dengan hukum agama yang tak mungkin disinggung secara eksplisit oleh ulama salaf, sebab persoalannya sendiri belum muncul, kendati secara implisit sebenarnya juga tidak sedikit permasalahan seputar hukum agama pada saat ini yang telah terakomodir dalam dawuh-dawuh mereka.

Namun demikian, hukum-hukum yang dipaparkan ulama salaf dalam kitab-kitabnya disinyalir belum mampu ditangkap oleh masyarakat umum untuk menjawab problematika mereka saat ini, dengan kata lain kalangan umum membutuhkan jawaban-jawaban yang gamblang, jelas dan lugas untuk satu per satu problema yang muncul di zaman ini.

Munculnya problema-problema baru seiring berkembangnya zaman seperti saat ini seharusnya membutuhkan telaah mendalam terkait ilmu syariat berlandaskan dalil-dalil nash Al-Qur’an dan Hadist yang telah diformalisasikan ulama dalam kitab-kitab secara komprehensif. Sayangnya, realita sosial yang terjadi saat ini, mayoritas orang enggan ribet mempelajari itu semua, mereka lebih suka melahap serba instan, tak terkecuali dalam hukum agama.

Maka dari itu dibutuhkan kelompok yang mumpuni dalam bidang telaah ilmu syariat demi menjawab problema-problema masa kini. Di sinilah ulama dan santri berperan, sebab mereka terlahir dari pendidikan yang notabenenya merupakan gudang pengkajian kutub at-turats dan masih erat menjaga tradisi Bahtsul Masail, sehingga mampu mengambil intisari hukum-hukum syariat yang telah dipaparkan oleh ulama salaf.

Betapa kami sangat prihatin, di saat masyarakat umum membutuhkan jawaban terkait hukum syariat, justru yang berkecimpung dalam penyelesaian problemanya adalah kalangan minim pengetahuan agama yang tidak tahu-menahu mengenai metode yang dipegang oleh ulama salaf. Lebih memprihatinkan lagi mayoritas dari mereka adalah kalangan yang tidak sejalan dengan paham Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Bahtsul Masail dikalangan pesantren yang berpaham Ahlussunnah Wal Jama’ah merupakan sebuah Langkah yang tepat, karena pesantren adalah basis terkuat saat ini dalam melestarikan pengetahuan agama sekaligus pemegang estafet keilmuan warisan Rasul dan salaf as-shalih.

Hasil dari bahtsul Masail sendiri disajikan dengan instan jawaban problema kekinian yang aktual serta dipetakan berurutan sesuai pembahsan yang umum tertera dalam kitab fikih, ditambah persoalan tematik yang mengkaji khusus permasalahan seputar ibadah, pemerintahan, kedokteran, ekosistem lingkungan dan sebagainya. Adapun sumber rujukan dari kitab-kitab salaf yang mu’tabar dan dapat dipertanggungjawabkan.

Menyebarluaskan ilmu agama merupakan hal yang senantiasa harus tetap dilakukan, dimanapun tempatnya, bagaimanapun keadaannya dan seberat apapun halang-rintang yang menghadang, sebab hal tersebut merupakan titah yang harus dilaksanakan demi terjaminnya eksistensi ajaran agama. Jika mata rantai keilmuan agama yang telah diwariskan secara estafet dari zaman nabi terputus, kepada apa kedepannya umat manusia berpegang?

Maka dari itu, merupakan suatu kewajiban bagi ulama untuk menyebarkan apa-apa perihal agama, karena merekalah para ahli waris nabi.

Namun demikian, penyebaran ilmu agama tidak lantas asal disebar-luaskan saja, akan tetapi juga harus bijak dan jeli dalam mengambil kesempatan, tahu potensi dan posisi, sehingga dakwah agama akan lebih efektif mengenai sasaran yang dituju. Berkenaan dengan ini, ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh kaum pesantren sebagai bekal mengarungi keilmuan syar’i yang bertalian dengan problematika kontemporer.

Pertama, seorang faqih harus mengerti perubahan zaman. Sebagaimana lazim diketahui bahwa fikih merupakan idealita, sementara fatwa adalah penerapan idealita dalam realita secara hikmah.

Kedua, problematika kontemporer telah merumitkan umat islam. Karena itu jangan diperumit lagi dengan pandangan fikih yang cenderung radikal. Perlu dimengerti bahwa salah satu esensi ilmu fikih adalah upayanya yang terus menerus untuk mencari solusi-solusi syar’i bagi persoalan umat. Menjadi fakih tidak saja berarti menyampaikan hukum syar’i, tapi juga mencari dengan sekuat tenaga persoalan umat.

Sekian tahun lamanya pesantren telah memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi bangsa ini. Pesantren telah banyak mencetak kader-kader ulama yang mumpuni. Metode pembelajaran pesantren yang totalitas dan sikap pesantren yang toleran terhadap budaya lokal membuat jebolan pesantren menjadi figur-figur yang tidak hanya memiliki jiwa agamis, melainkan juga nasionalis.

Sebagai salah satu bukti perhatian pesantren terhadap bangsa ini adalah dengan tercetusnya forum Bahtsul Masail. Sebuah forum diskusi yang merespon sekaligus memberikan solusi memecahkan permasalahan aktual yang mencuat di tengah masyarakat, tidak hanya yang bersinggungan dengan ubudiyah personal, melainkan juga masalah yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, sampai kenegaraan.

*Penulis merupakan Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran (KPI) IAI Al-Qolam Malang.