JAMBI, Tugujatim.id — Saya merasa sangat beruntung bisa berada di Provinsi Jambi selama dua hari dalam perjalanan mudik dari Kota Malang di Provinsi Jawa Timur menuju Kota Medan, Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara. Khususnya bisa mengunjungi kompleks Percandian Muarajambi.
Saya berangkat dari Kota Malang pada Sabtu (30/04/2022), dan tiba di Kota Jambi pada Jumat malam (06/05/2022).
Saya “disandera” kawan-kawan saya di Jambi supaya cukup beristirahat setelah menempuh enam hari perjalanan. Maka, jadilah saya menginap dua malam di sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi.
Pada Sabtu sore (07/05/2022), saya diajak Ramond dan Hidayat mengunjungi Kompleks Percandian Muarajambi di Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muaro Jambi, 26 kilometer sebelah timur Kota Jambi. Inilah untuk kali pertama saya melawat ke kompleks percandian terluas di kawasan Asia Tenggara itu.
Kami mendatangi Candi Kotomahligai lebih dulu, lalu bergeser ke Candi Kedaton, dan menyudahi kunjungan di Museum Percandian Muarajambi yang satu areal dengan lokasi Candi Gumpung.
Ramond banyak menjelaskan perihal Kompleks Percandian Muarajambi. Dia juga mengutarakan keinginannya agar penulisan nama percandian itu tidak sama dengan penulisan nama Kabupaten Muaro Jambi, yaitu Kompleks Percandian Muarajambi.
Secara formal, penulisan nama percandian ini merujuk pada penulisan nama resmi oleh Balai Arkeologi (Balar) Sumatera Selatan dan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi, yaitu Situs Kawasan Percandian Muarajambi. Bahkan, pada 30 Desember 2013, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan Kompleks Percandian Muarajambi sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi.
“Penulisan namanya sudah banyak keliru. Umumnya ditulis Candi Muaro Jambi. Padahal, faktanya, Candi Muaro Jambi itu tidak ada. Adanya ya Kompleks Percandian Muarajambi. Tapi memang sudah telanjur, tapi setidaknya kita tidak menambah kekeliruan baru walau dari sisi algoritma Google, misalnya, nama Candi Muaro Jambi lebih populer atau ngehits dibanding nama Kompleks Percandian Muarajambi,” kata Ramond, yang tekun mengamati perkembangan Kompleks Percandian Muarajambi.
Meski kalah populer dibanding Candi Borobudur dan Candi Prambanan di Provinsi Jawa Tengah; Candi Singosari di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, atau Candi Muaratakus di Provinsi Riau, misalnya, percayalah ada begitu banyak hal menarik dari Kompleks Percandian Muarajambi yang bisa ditulis dan dikisahkan.
Saya merangkumnya buat pembaca dengan bersumber dari penjelasan panjang Ramond, ditambah informasi yang tersaji di laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan laman Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi, serta sumber lain yang relevan.
Pertama, Kompleks Percandian Muarajambi merupakan kompleks percandian agama Buddha seluas 3.981 hektare atau setara delapan kali luas areal Candi Borobudur di Provinsi Jawa Tengah. Luasnya membentang sepanjang 7,5 kilometer dari barat ke timur di tepi Sungai Batanghari, sungai terpanjang di Pulau Sumatera.
Selain jadi yang terluas di Indonesia, Kompleks Percandian Muarajambi juga terluas di kawasan Asia Tenggara. Kompleks Candi Muaro Jambi membentang dari barat ke timur di tepian Sungai Batanghari sepanjang 7,5 kilometer.
Diduga, kompleks percandian ini dibangun dan dikembangkan dari abad ketujuh sampai Abad 12 Masehi, serta merupakan warisan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu Kuno. Penemuan Kompleks Percandian Muarajambi kali pertama dilaporkan oleh seorang tentara Inggris bernama SC Crooke pada 1824. Namun, pemugaran pertama kompleks percandian itu dilakukan Pemerintah Republik Indonesia pada 1975.
Kedua, berdasarkan penelitian yang ada, Kompleks Percandian Muarajambi di masa lalu merupakan tempat peribadatan agama Buddha sekaligus pusat pendidikan setingkat universitas. Dugaan ini diperkuat dengan temuan arca dan artefak bercorak Buddhisme.
Kompleks Percandian Muarajambi berintikan 110 candi dan 85 menapo (gundukan tanah). Kompleks percandian ini mencakup percandian, situs permukiman kuno, dan sistem jaringan perairan di masa lalu. Secara administratif, lokasi KCBN Muarajambi terhampar di delapan desa, yaitu Muarajambi, Danau Lamo, dan Dusun Baru di Kecamatan Marosebo, serta Kemingking Luar, Kemingking Dalam, Dusun Mudo, Teluk Jambu, dan Tebat Patah di Kecamatan Taman Rajo.
Candi yang ada di Kompleks Percandian Muarajambi adalah Candi Gumpung, Candi Kedaton, Candi Kotomahligai, Candi Kembar Batu, Candi Astano, Candi Gedong Dua, Candi Gedong Satu, hingga Telago Rajo.
Selain candi, Kompleks Percandian Muarajambi juga berisi parit atau kanal kuno, kolam tempat penampungan air, serta gundukan tanah yang menyimpan susunan bata kuno. Ada beberapa arca yang ditemukan seperti arca prajnaparamita, arca dwarapala, gajahsimha, umpak batu, lesung batu. Ditemukan pula gong perunggu beraksara Cina, tulisan mantera Buddha di kertas emas, keramis asing, tembikar, hingga mata uang China.
Sedangkan masyarakat setempat menjuluki gundukan-gundukan tanah di Kompleks Percandian Muarajambi dengan nama Bukit Sengalo atau Candi Bukit Perak.
Ketiga, pada 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Kompleks Percandian Situs Candi Muarajambi sebagai kawasan wisata sejarah terpadu atau KWST. Pada 2009, KWST diajukan sebagai Situs Warisan Dunia kepada Komite Warisan Dunia UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa).
Keempat, Kompleks Percandian Muarajambi mempunyai keunikan atau kekhasan tersendiri pada fungsinya. Diduga, kompleks percandian ini berfungsi sebagai pusat pendidikan terbesar di Benua Asia, setaraf universitas internasional di masa lalu. Ada kemiripan “Universitas Muarajambi” dengan Universitas Nalanda di India.
Konon, banyak pelajar asing dari India, Tiongkok, dan Tibet menuntut ilmu di sana. Menempati asrama dengan sekitar 2.000 kamar, mereka tidak cuma mempelajari agama, tapi juga belajar beragam cabang ilmu, utamanya seni, ilmu kedokteran, filsafat, arsitektur. Mereka juga mengembangkan teknologi. Hal ini menggambarkan Indonesia pernah jadi pusat peradaban terpandang seribuan tahun silam.
Kelima, bangunan di Kompleks Percandian Muarajambi juga unik, yaitu dibangun dari susunan batu bata yang direkatkan tanpa semen, tapi dengan air dan matahari.
Bermodal kelebihan dan keunikannya itulah, Presiden Joko Widodo tiada ragu ingin merestorasi KCBN Muarajambi setelah melihat langsung ke sana pada 7 April 2022 supaya nama KCBN Muarajambi serta nama Provinsi Jambi dan nama Indonesia kian berjaya dan mendunia.(ABDI PURMONO)
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugujatim , Facebook Tugu Jatim ,
Youtube Tugu Jatim ID , dan Twitter @tugujatim