MALANG, Tugujatim.id – Pusat Gender dan Kesehatan (PGK), Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Negeri Malang (UM) menyelenggarakan seminar implementasi Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi atau disebut juga Permen PPKS, Selasa (14/12/2021).
Seminar yang dimaksudkan sebagai sosialisasi untuk sivitas UM dan dihadiri undangan dari berbagai PT tersebut dilaksanakan sebagai bentuk dukungan dan mencari model implementasi penerapannya di PT.
Dalam sambutannya, Wakil Rektor 1 UM, Prof Budi Eko Soetjipto, menyampaikan bahwa UM selama ini telah mengakomodasi upaya pencegahan dan penanganan melalui berbagai aturan yang ada, seperti pedoman akademik maupun aturan tentang etika.
Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Prof Ir Nizam MSc PhD, dalam arahannya menyambut baik inisiasi Pusat Gender dan Kesehatan untuk mengakselerasi penerapan Permendikbudristek di UM.
Permen membuat apa yang dilakukan PT berkaitan dengan pencegahan dan penanganan kekerasan memiliki payung hukum yang jelas. Lebih lanjut, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa), Prof Aris Junaidi, menjelaskan bahwa kekerasan seksual bukan hanya secara fisik, tindakan-tindahan yang perlu dipahami sebagai kekerasan seksual dapat secara verbal, nonfisik, termasuk melalui teknologi informasi dan komunikasi. Pencegahan dan penanganan harus dilakukan PT.

“Jika ada laporan kekerasan seksual, perguruan tinggi wajib melakukan penanganan yang meliputi pendampingan, perlindungan, pemulihan korban, dan pengenaan sanksi administratif,” tegasnya.
Prof Alimatul Qibtiyah yang fokus pada banyaknya perempuan yang menjadi korban menambahkan, perempuan bukan objek seksual, perempuan bisa dilihat dari sisi yang berbeda, misalnya saja melihatnya dari prestasi yang dimiliki oleh perempuan tersebut.
“Kekerasan seksual bukan kesalahan korban, jangan menyalahkan korban. Pihak lembaga, pergurun tinggi atau sekolah dalam penanganan kekerasan seksual yang perlu diperhatikan adalah kondisi korban, bagaimana melakukan pemulihan mental korban,” katanya.
Staf Ahli WR 3 UM, Hendra Susanto, menyoroti tentang komitmen dalam pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi.
“Dosen dan mahasiswa harus mengetahui haq dan batil, serta berkomitmen dalam hal tersebut, karena aman bukan hanya masalah uang, tetapi segalanya, termasuk kondisi psikis para korban,” tegasnya.
Ketua Pusat Pengembangan Bimbingan Konseling Karier dan Kompetensi Akademik (P2BK3A), Ella Faridati Zen MPd, menjelaskan bahwa UM selama ini telah melakukan banyak hal melalui pusat yang dipimpinnya. P2BK3A selalu berkoordinasi dengan PGK, fakultas, dan kemahasiswaan untuk kepentingan membangun budaya akademik dan budaya kerja yang aman.
P2BK3A selama ini aktif membantu individu agar dapat mencapai kematangan dan kemandirian dalam kehidupannya, serta menjalankan tugas-tugas perkembangannya, mencakup aspek pribadi, sosial, belajar, karier secara utuh dan optimal. P2BK3A juga mengambil peran dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan.
“Pencegahan tindakan kekerasan yang perlu dikembangkan dalam perguruan tinggi dapat melalui pelatihan dosen, layanan bimbingan pada mahasiswa, dan responsif dalam mengatasi permasalahan korban kekerasan seksual,” katanya.
Di akhir seminar, peserta seminar bersama nara sumber juga mendeklarasikan dukungannya terhadap pengesahan RUU PKS yang berperspektif korban dan ketidakberulangan kasus. Kepala PGK UM, Dr Azizatuz Zahro, menjelaskan sosialisasi permendikbudristek 30 juga menjadi momentum yang tepat untuk mendorong pengesahan RUU PKS, terlebih tahun 2021 disebut banyak pihak sebagai tahun daruat kekerasan seksual karena banyaknya kasus yang terjadi.
“Perempuan dan anak membutuhkan perundang-undangan yang jelas dan tegas agar tak menjadi objek kekerasan dan seksualitas,” tegasnya. (*)