SURABAYA, Tugujatim.id – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta telah merilis hasil survei pada Sabtu (16/01/2021) mengenai kekerasan seksual yang sudah diadakan selama 4 bulan sejak Agustus 2020. Di mana jurnalis perempuan masih rentan mendapat kekerasan seksual. Divisi Gender AJI Jakarta Primastika pun menjelaskan bahwa ada 431.471 kasus yang sudah tercatat oleh Komnas Perempuan.
“Latar belakang survei kami berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan (2020). Mereka mencatat angka 431.471 kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat. Ini juga bentuk komitmen kami ingin membentuk SOP di internal AJI Jakarta,” jelas Koordinator Survei Kekerasan Seksual kepada Tugu Jatim, Sabtu (16/01/2021), melalui channel YouTube AJI Jakarta.
Widia mengatakan bahwa survei yang dijalankan AJI Jakarta tidak menekankan pada “apa yang sedang disurvei”, tapi mengabarkan bahwa kasus ini memang ada dan nyata. Semua data diri koresponden dirahasiakan dan dijaga dengan baik oleh tim survei yang berjumlah 4 orang.
“Dari hasil riset ini, kami tidak menekankan pada ‘apa’, tapi kami menekankan bahwa kasus ini memang ada, nyata. Hanya kami yang bisa mengakses hasil survei secara detail. Waktu kami menyelenggarakan survei, kami memberi pertanyaan umum. Sehingga yang lain tidak bisa mengakses detail siapa yang menjawab, itu sebagai komitmen kami menjaga identitasnya,” tutur Widia pada pewarta Tugu Jatim sembari menampilkan power point-nya.
Selain itu, tujuan AJI Jakarta mengadakan survei ini agar dapat dijadikan rujukan oleh media, instansi, maupun lembaga lain untuk membuat SOP penanganan kasus kekerasan seksual yang terjadi di tempat kerja masing-masing, khususnya di media.
“Di mana hasil survei ini bisa dijadikan rujukan juga untuk kawan-kawan lainnya agar bisa membuat SOP. Tujuan kami ingin membuat ruang aman untuk jurnalis karena jurnalis juga rentan terhadap kekerasan seksual,” ujarnya.
Ada 34 koresponden yang mengikuti survei ini. Dan disebar ke seluruh Indonesia, tapi yang bersedia dan mau memberi informasi hanya berjumlah itu. Sedangkan 25 dari 34 koresponden mengaku pernah mengalami kekerasan seksual.
“Yang mengisi 34 jurnalis. Kok yang menyebar survei se-Indonesia responden hanya 34? Kenapa akhirnya mereka yang berani mengisi survei hanya 34 orang. Dari 34 itu, ada 25 koresponden yang pernah mengalami kekerasan seksual. Dalam survei ini, identitas dan kronologi hanya kami yang bisa mengaksesnya. Ini hanya data umum dan bermanfaat untuk bahan rujukan bagi media dan dewan pers,” imbuh Widia yang mengenakan kaus berwarna putih tersebut.
Pembagian 34 koresponden tersebut, meliputi 31 jurnalis perempuan dan 3 jurnalis laki-laki. Dengan berbagai usia, jabatan di perusahaan media, dan lama pengabdiannya menjadi jurnalis.
“Untuk rentang usia cukup luas, dari di bawah 20 tahun hingga di atas 51 tahun. Jabatan di redaksi juga beragam, jenis medianya juga beragam,” tambah anggota Divisi Gender AJI Jakarta pada pewarta Tugu Jatim ini.
Sedangkan untuk lokasi kekerasan seksual pun beragam. “Ada yang menjawab mengalaminya di kantor pemerintah, di rumah narasumber, di gedung DPR/DPRD, di kantor perusahaan mereka bekerja, di kampus, di kantor partai, hingga di tempat publik (transportasi umum),” ujar Widia.
Dia juga menjelaskan mengenai berbagai kategori koresponden seperti bekerja di media online, media cetak, maupun televisi. Bentuk kekerasan seksual seperti catch calling, perkosaan, disentuh, dipegang, dikirimi pesan bernuansa seksual, diajak ngobrol bernuansa seksual, dan lain-lainnya. (rangga aji/ln)