Oleh: Muhammad Zamzuri, Wartawan Tugujatim.id
Mengenal Gus Alfan Yafi Nahdiyin di kalangan para kaum sarungan sudah tidak asing, karena dirinya juga aktif berkhidmad dalam organisasi ke-NU-an di Bumi Menak Sopal Trenggalek. Gus Alfan, sapaan akrab pria bersarung, itu kini menjadi partner saya berproses dalam menjalankan roda pilar demokrasi dalam dunia media, tentunya di bawah komando Tugu Media Group.
Mengibarkan bendera sebagai Kepala Biro Tugu Media Group Trenggalek, dirinya tidak mendominasi dalam kepemimpinan. Konsep kepemimpinan egaliter sering saya jumpai saat berdiskusi dalam menjalankan Tugu Media Group Biro Trenggalek.
Berdiri sekitar 10 bulan di Trenggalek menjadikan pengalaman saya bertambah. Kemarin waktu mendapatkan kesempatan untuk liburan bersama Tugu Media Group. Tentu saya dan Gus Alfan merasakan kekeluargaan hangat di Tugu Media Group yang terjalin.
Perjalanan dari Trenggalek menuju kantor Tugu Media Group yang ada di Malang tentu menyisakan cerita bersama Gus Alfan. Dia bercerita sosok CEO Tugu Media Group Irham Thoriq semasa dulu duduk di bangku kuliah.
“Dulu itu saya berteman dengan Irham waktu kuliah di UIN Maliki Malang. Dia sudah aktif di dunia jurnalis dan bekerja di salah satu perusahaan media, lha kok sekarang jadi bos media besar di Jawa Timur. Saya sendiri tidak menyangka,” celotehnya sambil mengendarai mobil jadul milik Gus Alfan.
Sembari menancapkan gas, dia juga bercerita bahwa CEO Tugu Media Group dulu memiliki motor yang antik, ke mana-mana dipakai dan sesekali pernah dipakai sampai ke Trenggalek.
Dalam perjalanan yang menyisakan waktu panjang untuk berangkat liburan bersama Tugu Media Group, Gus Alfan juga mengeluarkan dawuhnya, yang saya ingat itu seperti ini.
“Manusia itu yang penting berusaha dulu, masalah hasil pasti tidak jauh dari seberapa usaha kita,” ucap Gus Alfan.
Menjawab dawuhnya Gus Alfan, saya pun agak menggunakan kebandelan saya.
“Wis Gus, pokoke aku piye-piye gondelan sarungmu. (Sudah Gus, bagaimanapun saya pegangan sarungmu),” ujar saya.
Sampai di kantor Tugu Media Group sekitar pukul 21.00 WIB, terlihat sudah banyak karyawan yang bersiap untuk beranjak liburan bersama-sama. Namun sangat berbeda dengan saya, kalau karyawan lain ngajak istri dan anaknya, saya memberanikan diri untuk “dewean“. Karena dari kartu tanda penduduk (KTP) dicetak oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Trenggalek, status perkawinan saya masih belum berubah alias belum beristri dan beranak.
Nampak terlihat CEO Irham Thoriq, Bayu Eka Novanta, dan Fajrus Shidiq dengan keramahannya mereka menyapa saya dan Gus Alfan yang berangkat dari ujung selatan Provinsi Jatim ini.
Dua hari jadi bos saat liburan itu memberikan arti bahwa ketika kita tepat memilih partner kerja pasti ada makna yang bisa diambil untuk dijadikan pengalaman hidup, Seperti liburan yang spesial dari Tugu Media Group di penghujung tahun 2021.
Saya berani berbicara spesial karena di perjalanan liburan banyak terukir kisah indah, seperti perlakuan spesial mulai jamuan makan di rumah Wakil Gubernur Jawa Tengah, yang membuat terkesan bagi saya. Sambutan yang ramah dan pakaian nyentrik sederhana Gus Gubernur, menjadikan saya berpikir bahwa memiliki jabatan setinggi apa pun namun tetap mempertahankan sikap kerendahan hati.
Tidak hanya itu saja, bahkan sekelas Pakar Komunikasi dan Motivator Nasional Dr Aqua Dwipayana juga banyak memberikan peran dan pelajaran berarti bagi saya dalam liburan karyawan Tugu Media Group ini.
Masih terkenang di ingatan saya saat beliau Dr Aqua Dwipayana usai menemani jamuan sarapan di Wakil Gubernur Jawa Tengah duduk satu bus bersama rombongan karyawan Tugu Media Group.
“Saya tak duduk di belakang saja, sambil ngobrol sama teman-teman ini,” ucapnya yang saya dengar karena kebetulan saya duduk di belakang dan mendengarkan komunikasi keramahan yang tanpa batas itu.
Saya dan Gus Alfan tidak banyak mengabadikan foto dalam liburan itu, namun lebih memilih untuk menyimpan dalam benak memori pikiran. Seperti halnya berkunjung ke rumah tua yang ada di Semarang, saya dan Gus Alfan hanya bisa menikmati kemegahan bangunan tua dan pada akhirnya menyingkir untuk mencari segelas es kopi untuk menghilangkan rasa haus dan meminimalisasi panasnya terik matahari.
Berjalan menikmati destinasi liburan yang sudah difasilitasi oleh Tugu Media Group sehingga sesampainya berkumpul menikmati dinginnya malam di penginapan Santosa Stable. Untuk menuju vila Santosa Stable ini membutuhkan perjuangan yaitu melewati jalan naik turun seperti ketika saya beranjak di jalan pegunungan Trenggalek.
Guyuran hujan menambah kemesraan saat malam family gathering. Lantaran orang-orang hebat tanpa membawa jabatannya berkumpul melingkar setara semua. Saya ingat betul budaya seperti itu saya temukan di dua kalangan yaitu kalangan aktivis dan di lingkungan pondok pesantren. Malam itu saya menemukan kembali lingkaran kesetaraan dalam family gathering Tugu Media Group.
Usai gathering, saya dan Gus Alfan menyempatkan sambung rasa bersama Fajrus Shidiq, ngobrol sana sini, berbicara pergerakan sampai politik menjadi bekal terpejamnya mata di penginapan dengan suasana yang hening sesekali bunyi hewan jangkrik menemani.
Beranjak dari vila Santosa Stable, saya dan Gus Alfan masih menikmati menjadi bos. Sampai di Candi Borobudur, kami memutuskan tidak ikut rombongan naik, karena memilih untuk menikmati seputaran candi dengan menggunakan mobil jadul yang disewakan untuk keliling.
Lima orang karyawan termasuk saya membersamai Gus Alfan, Mas Oky, Mas Azmy, dan Mas Mafud untuk mencari kedai kopi yang dekat dari Candi Borobudur. Akhirnya ketemu di kedai kopi tradisional, di situlah kami sebagai karyawan bercerita banyak, yang paling menonjol kami mengorek pengalaman Mas Azmy yang diterjunkan liputan saat erupsi Gunung Semeru beberapa waktu lalu.
Menikmati kopi tradisional tidak terasa memotong waktu untuk segera kembali menuju rombongan di bus, karena waktu yang semakin mepet untuk beranjak ke jamuan makan yang sudah disediakan, kemudian lanjut di Malioboro.
Obrolan warung kopi di Borobudur itu menjadikan lima orang ini terus bersama, sampai dengan di penghujung destinasi yaitu Malioboro. Sempat terpisah dengan Gus Alfan di Malioboro karena dirinya ada titipan untuk beli oleh-oleh dari kafe yang diprakarsai sutradara ternama Hanung Bramantyo yang tak jauh dari Malioboro.
Lengkap sudah liburan di penghujung tahun 2021. Banyak hal menjadi catatan sebagai reinkarnasi di tahun 2022. Liburan bersama Tugu Media Group itu ditutup dengan canda tawa saat saya dan Gus Alfan kembali ke Trenggalek.
Pasalnya saat saya berbicara, “Ancen mbarokahi gondelan sarunge Gus Alfan. (Memang membawa berkah pegangan sarungnya Gus Alfan). Dirinya menjawab dengan tegas, “Lha akuki isa apa, lha iki mau gocelan sarunge Bos Irham. (Lha saya ini bisa apa, lha saya saja pegangan sarungnya Bos Irham)”.
Saya pun menutup dengan tawa, “Lha muga-muga sarunge ndak podo mlorot. (Semoga sarungnya semua tidak melorot)”. Kami pun tertawa bersama.
Saya kenal dengan Gus Alfan lewat warung kopi, kemudian dari diskusi lahirlah untuk berproses di Tugu Media Group. Saya pun memiliki keluarga baru dalam dunia berproses selama ini, yaitu di media pilar demokrasi Tugujatim.id di bawah naungan Tugu Media Group. Terima kasih sudah memberikan warna di tahun 2021.