PASURUAN, Tugujatim.id – Memasuki awal November 2022, harga kedelai kembali naik. Sejumlah perajin tempe di Kota Pasuruan, Jawa Timur, turut merasakan dampak kenaikan itu. Mereka terpaksa akan menaikkan harga jual tempe jika harga bahan baku kedelai tidak kunjung menurun.
Kenaikan harga kedelai ini dikeluhkan para perajin tempe di Kampung Rekesan, Kelurahan Pekuncen, Kota Pasuruan. Zainul Muttaqin (43), salah satu perajin tempe, mengeluh bahwa akhir-akhir ini harga kedelai makin lama makin mahal. Kenaikan ini semakin parah dirasakannya sejak adanya kenaikan harga BBM pada bulan September 2022 lalu.
“Naiknya paling banyak Rp500, kadang Rp100, Rp50, tapi naik terus hampir tiap hari, nggak pernah turun,” papar Zainul.

Menurut Zainul, kini harga bahan baku kedelai sudah mencapai Rp14.000 per kilogramnya. Harga kedelai ini naik dua kali lipat dibandingkan tahun 2020 di mana per kilogramnya hanya Rp7.000. “Sebelum BBM naik bulan kemarin, terakhir harganya sudah Rp12.000, kalau sekarang sampai Rp14.000,” ungkapnya.
Dengan terus naiknya harga kedelai membuat Zainul dilema. Untuk menaikkan harga jual, dia juga masih pikir-pikir. Karena belum lama ini, dia sudah menaikkan harga tempe menjadi Rp2500 ukuran kecil dan Rp25.000 untuk ukuran besar. “Mau naikkan juga kasihan pelanggan banyak yang ngeluh. Apalagi belum sampe setahun harganya baru saya naikkan,” jelasnya.
Zainul tidak menutup kemungkinan jika ke depannya dia terpaksa menaikkan harga tempe atau mengurangi ukuran. Apalagi jika harga kedelai tidak kunjung turun.
Zainul memperkirakan akan menaikkan harga tempe ukuran kecil menjadi Rp3000 dan ukuran besar menjadi Rp30.000. “Ya kalau naik terus, ya mau nggak mau ya nanti dinaikkan, tapi bertahap ini, saya mau rembukan dulu sama reseller,” jelasnya.
Meskipun begitu, permintaan tempe tidak mengalami penurunan seiring kenaikan harga kedelai. Dalam sehari, Zainul bisa memproduksi hingga 20 kilogram tempe. Hanya saja, keuntungan yang dia peroleh semakin berkurang karena mahalnya bahan baku kedelai. “Sehari itu omset kotornya Rp450.000, belum kepotong bahan baku sama raginya, untungnya tinggal Rp150.000-an,” ucapnya
Hingga kini, Zainul menjadi salah satu dari tiga perajin tempe yang masih bertahan di Kampung Rekesan. Dulunya, kampung Rekesan terkenal sebagai kampung tempe karena hampir seluruh warganya berprofesi sebagai perajin tempe. Namun lambat laun, pekerjaan perajin tempe ini mulai banyak ditinggalkan warga.
“Saya ini generasi paling lama bertahan, kalau diitung turun temurun sudah tiga generasi, mulai kakek, bapak, terus saya,” pungkasnya.