SURABAYA, Tugujatim.id – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya membeberkan data temuan 136 orang di Surabaya, Jawa Timur, yang terjangkit Human Immunodeficiency Virus (HIV). Tingginya kasus tersebut terindikasi akibat penularan dari ibu.
HIV merupakan penyakit akibat virus yang merusak sistem kekebalan manusia. Sistem penularan virus ini rentan melalui cairan kelamin dan darah. Sehingga potensi tertular lewat perilaku berganti-ganti pasangan saat berhubungan badan dan penggunaan jarum suntik secara bergantian akan mudah terserang.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Dinkes Kota Surabaya sepanjang 2022, kasus HIV tercatat sebanyak 136 orang. 55 orang di antaranya warga Surabaya dan 81 sisanya merupakan warga yang tidak ber-KTP Surabaya. Selain itu, untuk anak-anak yang terjangkit HIV rentang usianya 1-14 tahun.
“Virus ini tidak hanya bisa menyerang pada orang dewasa saja, kasus HIV juga ditemukan pada anak-anak. Untuk HIV pada anak penyebabnya bisa melalui transmisi vertikal yakni penularan dari ibu yang sudah terinveksi HIV. Jalurnya bisa terjadi selama proses hamil, melahirkan, dan saat pemberian ASI,” ungkap Kepala Dinkes Kota Surabaya, Nanik Sukristina, pada Jumat (24/2/2023).
Menurut pengakuannya, Dinkes Kota Surabaya belum menerima laporan baru terkait penemuan kasus HIV selama awal 2023 hingga Februari ini.
“Indikasi risiko tertularnya HIV pada anak ini bisa disebabkan karena ibu yang terinfeksi kurang patuh mengonsumsi obat ARV (Antiretrovial). Kemudian tidak mendapat dukungan dari pihak keluarga atau pasangan,” jelasnya.
Untuk menekan tingginya jumlah kasus HIV, Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinkes Kota Surabaya melakukan upaya penanganan dengan menyalurkan pengobatan ARV secara gratis.
ARV merupakan obat yang menjadi pilihan utama dalam penanganan kasus HIV. Sistem kerja ARV bertujuan untuk memulihkan fungsi kekebalan tubuh, mengurangi risiko penularan, serta dapat menahan pertumbuhan jumlah virus di dalam darah.
Mengutip melalui laman yankes.kemenkes.go.id, sejauh ini, terdapat jenis obat ARV yang digunakan oleh dunia medis di Indonesia, yakni Nucleoside Reverse Transcriptase (NRTI), Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI), dan Protease Inhibitor (PI).
“Upaya yang kami lakukan juga dengan melakukan pemeriksaan Early Infant Diagnose untuk bayi yang usia minimal enam minggu. Lalu kami juga memberikan konseling dan pendampingan serta kunjungan ke rumah-rumah untuk memastikan kondisi setiap pasien,” ujar Nanik.
Upaya pencegahan promotif preventif juga ditekankan oleh Dinkes Surabaya dengan menyosialisasikan pencegahan HIV saat kelas ibu hamil, pemberian edukasi terkait HIV kepada para pelajar SMP dan SMA serta calon pengantin. Selain itu, akses testing HIV juga semakin diperluas di seluruh puskesmas dan rumah sakit.