MALANG, Tugujatim.id – Perspesi masyarakat terkait tugas dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Malang terkadang masih salah mengartikan. Lantaran, ternyata masih banyak yang masyarakat yang menganggap jika disnaker itu adalah instansi penyedia lapangan pekerjaan.
“Disnaker ini konotasinya tidak bisa dilihat mampu menciptakan lapangan pekerjaan maupun mampu mencarikan pekerjaan orang nganggur. Jangan dikonotasikan semua orang kalau mencari pekerjaan ke disnaker,” tegas Kepala Disnaker Kabupaten Malang Yoyok Wardoyo saat dikonfirmasi Rabu (20/01/2021) di kantornya, Jalan Trunojoyo Nomor 3, Dusun Ngadiluwih, Desa Kedungpedaringan, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.
Yoyok menjelaskan jika bidang-bidang di Disnaker Kabupaten Malang memiliki tupoksinya sendiri-sendiri.
Also Read
“Karena ada tupoksinya, misalkan di bidang industrial yang tugasnya menjaga hubungan dengan industri tersebut agar tetap dinamis, produktif, dan aman,” jelasnya.
Dia pun menjelaskan secara gamblang. “Artinya, tidak ada gejolak atau tidak ada sengketa atau perselisihan antara pekerja dan pemberi pekerjaan. Ketika orang bekerja aman-aman saja sehingga produktif, kami menjaga keseimbangan itu dengan menyelenggarakan bimbingan teknis (bimtek), sosialisasi, serta mendekatkan diri agar terjalin hubungan yang kuat antara stakeholder,” sambungnya.
Karena itu, bidang industrial ini mengusahakan agar permasalahan antara pekerja dan pemberi pekerjaan bisa terselesaikan secara internal.
“Kalau ada perselisihan bisa diselesaikan dengan bipartit, bukannya tripartit atau melalui pemerintah. Kalau bisa diselesaikan secara intern kan lebih baik,” tuturnya.
Yang kedua, dia menyebutkan, ada bidang penempatan tenaga kerja yang salah satu tugasnya mengirim tenaga kerja migran Indonesia ke luar negeri. Bidang ini memiliki visi untuk mencegah pengiriman pekerja migran Indonesia secara ilegal.
Sedangkan yang ketiga, bidang pelaksanaan pelatihan dan produktivitas. Bidang ini memiliki tugas untuk mempersiapkan pelatihan.
“Di mana visi kami adalah siap mencetak adik-adik yang belum pernah bekerja menjadi siap bekerja, baik untuk softskill maupun hardskill-nya,” bebernya.
“Kalau untuk pelatihannya, kami lakukan berdasarkan target anggaran. Kami maunya ada pelatihan sebanyak-banyaknya, tapi kalau tim anggaran hanya memberikan jatah 10 pelatihan, ya mau bagaimana lagi,” imbuhnya.
Selain itu, Yoyok juga mengatakan terkait pelatihan itu memang tidak selalu bergantung pada penganggaran. “Dan gak bisa ngomong sepuluh pelatihan kalau ngomong inovasi. Kalau ngomong inovasi tidak harus mengandalkan anggaran, caranya dengan menjalin kerja sama dengan perusahaan terkait corporate social responsibility (CSR)-nya. Tentunya program CSR ini dilaporkan kepada bappeda sebagai akomodasi CSR perusahaan,” sambungnya.
Dan yang terakhir, ada bidang transmigrasi, di mana bidang ini memiliki tugas untuk mengirimkan para transmigran dan mempersiapkan pelatihan sebelum mereka diberangkatkan.
“Di bidang transmigrasi ini, tugas kami hanya menjaring animo masyarakat untuk mau bertransmigrasi. Tapi, transmigrasi itu programnya pemerintah pusat. Artinya, kuotanya ditentukan pemerintah pusat,” ujarnya. (rap/ln)