JOMBANG, Tugujatim.id – Persidangan kasus dugaan asusila terhadap santriwati di Jombang yang menjerat Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) terus bergulir. Kali ini, Ketua Tim Pengacara MSAT menghadirkan tiga saksi. Uniknya, satu saksi yang dihadirkan adalah orang yang namanya pernah disebut dalam dakwaan sebagai korban. Namun kini telah mencabut laporannya.
Ketua Tim Pengacara MSAT, Gede Pasek Suardika atau akrab disapa GPS menjelaskan, kali ini pihaknya memang menghadirkan tiga orang saksi fakta. Ketiga saksi itu antara lain satu mantan santri, satu pengajar, dan satu saksi yang namanya pernah disebut sebagai korban dugaan asusila MSAT.
“Satu saksi (yang mantan santri) adalah orang yang juga ikut dikeluarkan (pondok) dari 13 nama di 2018. Tapi dia tidak ada kaitan dengan korban, murni karena tidak menaati peraturan di sekolah, seperti sering bolos dan tidak aktif di kegiatan sosial. Lalu diberi sanksi, dia sudah minta maaf dan rajin sekolah, tapi diberi sanksi enam bulan dan dipulihkan kembali. Jadi dia tidak ada kaitannya, laporan dari polisi itu tidak nyambung, laporannya 2019 bulan Oktober, visumnya baru November,” jelasnya, pada Kamis (29/9/2022).
Saksi kedua, tambahnya, merupakan seorang pengajar di pondok. Ia menjelaskan bahwa MSAT tidak pernah mengajar MQ sejak 2013. Lalu pelajarannya diambil alih oleh saksi sampai sekarang. Semua saksi mengakui tidak pernah diajar oleh MSAT.
“MSAT fokus pada mengembangkan usaha, musik, dan lain-lain. MSAT hanya mengajar dua kali itupun di tahun di 2012. Beliau jabatannya sebagai wakil rektor atau koordinator di 2012. Lalu dua tahun lalu diganti. Secara kegiatan beliau tidak begitu aktif, tapi nama beliau digunakan sebagai daya tarik,” jelasnya.
Tambah dia, saksi terakhir adalah yang namanya pernah disebut sebagai salah satu korban oleh salah satu saksi dari jaksa penuntut umum, beberapa waktu lalu. Saksi inipun dinarasikan sebagai korban perbuatan asusila MSAT, bersamaan dengan satu korban lainnya. “Satu saksi dari JPU yang mengaku korban dan membuat cerita yang cukup serem tentang asusila,” ucapnya.
Dia menjelaskan, cerita dari korban itu lalu dibantah oleh saksi yang hadir dalam persidangan kali ini. Menurut GPS, saksi ini pernah disebut namanya oleh saksi JPU jika ia juga turut menjadi korban dalam dugaan asusila MSAT.
“(Keterangan) itu dibantah sendiri oleh saksi, tidak ada (tindakan asusila itu). Namanya hanya dicatut saja. Dalam sidang tadi ia justru menghadirkan bukti,” bebernya.
Terkait dengan hal itu, iapun mengaku mulai bingung dengan perkara yang ditanganinya ini. Sebab, selain banyak fakta yang tidak mendukung dakwaan, juga soal ketidakhadiran saksi kunci yang dianggap makin mengaburkan fakta persidangan.
“Makanya, ini kita bingung, ini sebenarnya kasus apa. Sebenarnya, kalau ada saksi kunci yang tidak hadir (meski) sebelumnya bisa hadir, ya gimana. (Kalau hadir) kan itu tambah bagus, akan ketemu master mind dari skenarionya apa. Selain anak tunggal dan pewaris, ini tentang apa? Sayangnya ini terlindungi, akhirnya kami menemukan pasal untuk menghadirkan pada sidang, akhirnya dengan surat itu, tapi ya sudah, rekayasa akan terus berlanjut,” tutupnya.
Jaksa Penuntut Umum, Tengku Firdaus menyatakan bahwa keterangan (saksi) santri ini tidak bersesuaian dengan saksi sebelumnya. Untuk itu, pihaknya tidak banyak memberikan komentar. “Ya mereka (saksi) menjelaskan terkait pemecatan 13 santri. Ada beberapa keterangan yang tidak sesuai dengan barang bukti yang kita ajukan,” ucapnya.