BOJONEGORO, Tugujatim.id – Raden Ajeng (R.A) Kartini dikenal dengan kegigihannya dalam memperjuangkan emansipasi wanita, sosoknya patut diteladani. Tak heran jika saat ini banyak perempuan hebat yang dapat berkontribusi di segala bidang, salah satunya seperti Yatemi, penjual kopi di tengah alun-alun Kota Bojonegoro ini mungkin sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat, khususnya yang tinggal di daerah Kota.
Wanita berusia 78 tahun itu masih gigih dan semangat menekuni pekerjaannya saat ini. Perempuan yang merupakan anak pertama dari sepuluh bersaudara ini telah melalui pahit manis kehidupan, mulai dari penjual buah hingga saat ini berjualan kopi yang telah ditelateni selama kurang lebih 23 tahun lamanya.
“Saya sudah dari 2008 jualan kopi, sebelumnya saya juga julan buah,” ungkapnya, Rabu (21/04/2021)
Dari hasil berjualan, Mak Yem mampu menyekolahkan 3 anak angkatnya hingga sukses, bahkan salah satu dari mereka berprofesi jadi Angkatan Laut di Surabaya. Meskip ketiga anaknya sudah dipuncak kesuksesan, Mak Yem mengaku tak mau bergantung pada anak-anaknya.
“Sama anak disuruh berhenti berjualan, tapi saya tidak mau,” jelasnya.

Perempuan yang bertempat tinggal di Desa Kampung Baru, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Bojonegoro ini menghabiskan waktu sehari-harinya di warung kopi kecil miliknya.
“Saya jarang pulang, setiap hari 24 jam saya habiskan di sini,” tuturnya.
Mak Yem merupakan warga yang berasal dari Kecamatan Gondang Bojonegoro, ia hanya pulang kampung saat lebaran untuk berziarah di makam keluarganya, kemudian akan kembali ke tempat tinggalnya saat ini.
Di tengah ceritanya, ia menjelaskan kisah perjalanan hidupnya yang tidak mudah, mulai dari dua kali gagal berumah tangga hingga mengadu nasib dengan berjualan ke berbagai kota dari Kudus, Semarang, Jepara dan kota lainya.
“Dibandingkan anak sekarang yang makanan tidak enak saja tidak mau makan, riwayat saya dulu berjuang ke mana-mana,” pungkasnya.