SURABAYA, Tugujatim.id – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyoroti tugas Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di setiap kampus untuk bisa mewujudkan kampus bebas kekerasan seksual serta sebagai bentuk implementasi Permendikbud No 30 Tahun 2022.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud RI Chatarina Muliana Girsang mencatat, saat ini sebanyak 125 perguruan tinggi negeri (PTN) dan sekitar 50-an perguruan tinggi swasta (PTS) telah memiliki Satgas PPKS.
“Kalau dari PTN semua sudah punya 125 dan PTS sekitar 50-an. Sehingga sekarang kami lagi mendorong PTS lainnya yang belum memiliki,” katanya saat ditemui Tugujatim.id di Surabaya, Rabu (09/08/2023).
Dalam kurun waktu enam bulan belakangan, Chatarina mencatat sebanyak 50-an kasus kekerasan seksual telah terlapor melalui Satgas PPKS se-Indonesia.
Meski jumlahnya di bawah angka 100, angka tersebut menjadi catatan penting. Sebab, dalam kasus permasalahan kekerasan seksual banyak para korban enggan untuk speak up. Sehingga tidak menutup kemungkinan jumlahnya lebih banyak.
Sehingga, tentu hal ini menjadi tantangan bagi Satgas PPKS di setiap kampus untuk bisa menarik korban keluar dari jurang ketakutan dan kecemasan. Selain itu, menurut Chatarina, tantangan Satgas PPKS lainnya adalah berhadapan dengan relasi kuasa dan kasus kekerasan.
“Satgas harus bisa meyakinkan korban untuk berani speak up. Kedua, tantangan dalam pengumpulan bukti. Karena kasus seperti ini buktinya minim karena itu akan terangkai dari cerita-cerita atau kronologi peristiwa itu sendiri. Dan juga ketika ada serangan balik dari pelaku, menghalangi proses penanganan,” ujar perempuan yang pernah menjabat sebagai kepala Biro Hukum KPK tersebut.
Kendati demikian, menurut dia, satgas juga harus memiliki tanggung jawab terhadap perasaan korban bila mengambil langkah yang kurang tepat. Sebab, bila kekerasan seksual tetap ditutupi maka konsekuensinya adalah munculnya lebih banyak korban.
“Dan juga tuduhan-tuduhan harus dibuktikan supaya tidak tersebar rumor-rumor. Dan ini membuat korban merasa tidak nyaman. Jadi konsekuensi-konsekuensi negatif dan tidak bermanfaat bagi kampus dan seluruh warga kampus nggak boleh didiamkan,” imbuh perempuan pertama yang menduduki kursi Irjen Kemendikbud tersebut.
Namun, Chatarina juga menegaskan bahwa upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus bukan hanya menjadi tanggung jawab satgas, tapi seluruh instrumen terlibat mulai dari pemerintah, lembaga/instansi, juga masyarakat.
“Pencegahan ini jauh lebih penting untuk mencegah keberulangan. Dan dalam penanganan ini juga respons atas laporan yang dilakukan dan juga oleh keterlibatan seluruh civitas akademika untuk mengetahui dan tidak menutup-nutupi. Bahkan, harus membantu korban untuk berani speak up dan memberikan kekuatan,” ujarnya.
Writer: Izzatun Najibah
Editor: Dwi Lindawati