Oleh: Dr Bastian Jabir Pattara
Tugujatim.id – Selama pandemi Covid-19, terutama saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Pulau Jawa-Bali dan belasan kota lainnya, menarik mengamati komunikasi yang dilakukan para aparat, termasuk polisi kepada masyarakat. Semua itu merupakan pelajaran berharga buat banyak orang dan institusi.
Ada aparat yang sikapnya simpati sehingga mendapat banyak dukungan warga. Sebaliknya, ada juga yang menimbulkan antipati karena terkesan arogan dan mentang-mentang. Dampaknya, institusi tempatnya bekerja jadi ikutan negatif. Citranya menurun.
Mengenai strategi komunikasi polisi sebenarnya sudah banyak dikaji para akademisi dan praktisi. Salah satunya disertasi Dr Aqua Dwipayana yang berjudul “Citra Kepolisian Republik Indonesia Dalam Pandangan Pemangku Kepentingan (Studi Kasus Pelayanan Publik Polisi Lalu Lintas Polda Jawa Barat)”.
Persoalannya, berbagai hasil riset terkait komunikasi kepolisian yang sebenarnya merupakan alat untuk digunakan aparat dalam membangun sinergitas dengan masyarakat, apakah mau digunakan dengan serius atau tidak?
Dua berita yang lagi viral, sungguh membuat citra komunikasi Polri makin terpuruk, bahkan menjadi cercaan masyarakat di berbagai media, khususnya di media sosial. Kerja keras aparat kepolisian di lapangan selama pandemi Covid-19 terutama saat PPKM Darurat menjadi berkurang nilainya karena berita-berita negatif itu.
Pertama, video aparat yang bertugas di daerah penyekatan PPKM Darurat di Jalan Daan Mogot Jakarta Barat yang membentak-bentak salah seorang anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Praka Izroi Gajah. Berakibat “diserbunya” kantor Polres Metro Jakarta Barat oleh puluhan anggota Paspampres.
Tidak hanya itu, Kapolres Jakarta Barat Kombes Ady Wibowo harus minta maaf kepada Komandan Paspampres Mayjen TNI Agus Subiyanto akibat kecerobohan empat anggotanya dalam berkomunikasi. Fatal sekali.
Kedua, aparat yang membentak pengusaha warung kopi sehingga menimbulkan debat kusir yang kontraproduktif. Pengusaha kecil itu demi menafkahi keluarga dan karyawannya sampai mengajukan dirinya untuk ditangkap.
Seolah-olah komunikasi yang dipertontonkan merupakan ciri khas institusi. Padahal, banyak anggota Polri yang memiliki cara komunikasi yang humanis, namun tidak menjadi model yang dipertontonkan secara masif di masyarakat. Gaya komunikasi Aipda Purnomo inilah salah satunya.
Sedikit Mengobati Kekecewaan
Di saat viralnya dua video yang merusak citra Polri itu, berita tentang sikap humanis anggota Polres Lamongan, Jawa Timur, Aipda Purnomo pada seorang kakek penjual mainan di Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur, Kasmadi, 75, dapat sedikit mengobati kekecewaan masyarakat pada Polri.
Dikutip dari Tribunnews.com, Kasmadi kaget ketika dagangannya didatangi seorang polisi. Kasmadi diminta oleh Aipda Purnomo, 41, untuk menutup dagangannya selama PPKM Darurat.
Tak tanggung-tanggung, saat sang kakek tersebut diminta menutup dagangannya, Purnomo malah memberikan sang kakek uang sebesar Rp 5 juta.
Kisah Kasmadi ini juga turut dibagikan Purnomo pada unggahan YouTube miliknya, Purnomo Belajar Baik, Senin (12/07/2021).
Diungkapkan Purnomo kepada Tribunnews.com, uang tersebut diberikan kepada kakek Kasmadi untuk memenuhi kebutuhannya selama PPKM Darurat ini. Bahkan jika dimungkinkan, uang tersebut dapat membantu menutup kebutuhan sang kakek selama sebulan.
Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi PPKM Darurat diperpanjang pemerintah. Tidak hanya uang senilai Rp 5 juta saja, Purnomo juga membelikan sebuah sepeda untuk sang kakek. Mengingat, sejak 1978, sang kakek selalu menjajakan barang dagangannya dengan jalan kaki.
Komunikasi Humanis
Komunikasi Purnomo merupakan model komunikasi humanis yang hanya bisa dibangun, jika kita memiliki tiga hal.
Pertama adalah hati kita harus bersih.
Seorang komunikator yang baik, berangkat dari niatnya yang baik. Lalu berubah menjadi pikiran yang baik. Itu akan menghasilkan sikap dan tindakan yang baik. Poinnya komunikasi itu dari hati, jika hati kita baik, maka komunikasi kita juga akan baik.
Makanya selalulah berkomunikasi dengan hati dan hati-hati. Sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima secara baik dan utuh oleh penerima pesan atau komunikan. Kemudian umpan balik atau feedback-nya sesuai dengan yang diharapkan komunikator.
Kedua adalah penerapan tahu cara bagaimana membangun persamaan.
Purnomo mengatakan, dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain dan apa yang ingin didengarkan orang lain. Poinnya komunikasi di sini adalah kesamaan. Maka carilah kesamaan topik berdasarkan kebutuhan mitra tutur kita (bukan lawan bicara kita).
Ketiga yakni mengenai cara.
Komunikasi adalah cara menyampaikan pesan, isi pesannya adalah hal kedua. Jika kita punya pesan yang baik agar orang mau mengikuti apa yang kita sampaikan, maka hal pertama yang harus kita ketahui adalah bagaimana cara yang baik untuk menyampaikan pesan tersebut. Kemudian secara konsisten melaksanakannya.
Paling masalah, jika ada isi pesan yang baik, tapi disampaikan dengan cara yang tidak baik. Maka hampir bisa dipastikan hasilnya menjadi tidak baik. Wallahu ‘alam…