NGANJUK, Tugujatim.id – Beban berat akan terasa ringan bila dipikul banyak orang, beban ringan menjadi berat bila tidak ada yang peduli dengan beban tersebut. Itulah ungkapan Anik Ratna, guru SMPN 2 Baron Nganjuk, saat diwawancarai beberapa waktu lalu.
Anik, sapaan akrabnya, memang dikenal sebagai guru memperlakukan siswanya seperti anaknya sendiri. Dalam kesempatan itu, dia bercerita kisah pilunya saat mengangkat siswanya sebagai anaknya sendiri karena persoalan tidak melanjutkan sekolah.
Siswa itu bernama Yuliatun. Anik memanggilnya Yuli. Nama Yuli selalu menjadi nama pertama yang dia ingat ketika ditanya tentang bagaimana muridnya. Kisah pilu itu terjadi pada tahun 1990. Saat itu, diceritakan Anik, Yuli mendatanginya dan menangis karena tidak tahu mau kemana setelah lulus SMP.
Yuli ingin sekolah, ingin menggapai mimpi besarnya melalui pendidikan. Tetapi kondisi ekonomi yang terbatas membuat tak bisa berbuat apa.
“Yuli menangis tak tahu mau kemana saat lulus SMP. Dia ingin sekolah bukan bekerja. Dia ingin meningkatkan derajat dirinya dan keluarganya dengan sekolah,” kenangnya.
Anik yang tidak sampai hati dengan tangis Yuli, lalu menawarkan diri untuk menjadi ibu angkatnya. Baginya, Yuli tidak bisa ditinggal, dia butuh pertolongan.
“Saya menawarkan diri untuk menjadi ibu angkatnya. Saya tidak sampai hati, nggak bisa saya tinggal anak itu,” katanya.
Akhirnya, Yuli disekolahkan oleh Anik, dan berhasil lulus Sekolah Menengah Pertama. Kemudian dia melanjutkan ke SMEA Muhammadiyah Nganjuk seseuai dengan yang dipilihkan Anik.
“Yuli, saya akan bantu kamu, kamu mau sekolah di SMEA yang biayanya ngga terlalu besar, nggak papa? Ibu bisanya membiayai segitu. Ibu harap kamu mau dan tidak patah semangat. Kamu tidur rumah saya aja, makan di sini, belajar di sini, ngga usah bingung,” ujar Anik menirukan ucapannya pada Yuli waktu itu.
Membiayai Anak Yatim
Selain kisah Yuli, Anik juga bercerita muridnya yang lai yaitu Muhammad Khalid. Kalid merupakan seroang anak yatim dan anak pertama. Ibunya bekerja serabutan, sebagai tukang cuci, tukang masak, tukang bersih-bersih, apapun itu yang penting bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.
Menurut Anik, Khalid adalah anak pertama yang memiliki tanggung jawab bekerja membantu ibunya. Dia juga harus bekerja untuk membiayai sekolahnya. Untungnya, sang ibu sangat mendukung dia sekolah. Akhirnya, Anik menyupport Khalid untuk kebutuhan sekolahnya, seperti membeli buku atau LKS.
“Murid SMPN 2 Baron selalu membawa saya ke hati yang tentram. Selalu memberikan saya ruang untuk melihat ke bawah. Memberikan saya ruang untuk bersyukur setiap harinya, dan memberikan saya ruang untuk menyalurkan titipan rezeki dari Allah untuk orang lain yang membutuhkan. Saya bangga bisa mengajar di sini,” kata Anik sambil menangis.
Anik juga memberikan dukungan psikologis untuk selalu semangat pada Khalid. Memberikan pandangan-pandangan untuk selalu bertahan.
“Anak itu sopan, pinter, sabar, ringan tangan (bapak ibu guru meminta dia membantu sebisanya0, pekerjaan apapun dia lakukan, tidak ada sifat sombong, dia merasakan bahwa hidupnya harus berguna untuk orang lain. Bahkan sampai sekarang dia dirindukan oleh bapak ibu guru di sekolah,” pungkas Anik.
Catatan ini adalah bagian dari program Jelajah Jawa-Bali, tentang Inspirasi dari Kelompok Kecil yang Memberi Arti oleh Tugu Media Group x PT Paragon Technology and Innovation. Program ini didukung oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), Pondok Inspirasi, Genara Art, Rumah Wijaya, dan pemimpin.id.