Kisah Pendeta India Tantang Sunan Bonang Adu Kesaktian, Kekalahan Berujung Jadi Pengikut Setia

Sunan Bonang.
Kompleks Makam Sunan Bonang yang terletak di Kelurahan Kutorejo, Kecamatan Tuban, yang lokasinya tidak jauh dengan pusat Pemerintahan Kabupaten Tuban.(Foto: Mochamad Abdurrochim/Tugu Jatim)

TUBAN, Tugujatim.id Maulana Makhdum Ibrahim atau lebih dikenal dengan julukan Sunan Bonang menjadi sosok penting dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, khususnya di wilayah Kabupaten Tuban. Selain itu, berdirinya kesultanan Demak Bintoro dengan pemimpin pertamanya Raden Patah Putra Brawijaya V, raja terakhir Kerajaan Majapahit.

Sosok Sunan Bonang sangat dikenal seantero Nusantara. Bahkan, salah satu pendeta sakti mandraguna dari negeri India bernama Sangkya Kitri ingin menghadapi sang Sunan yang sudah dikenal masyhur kesaktiannya. Konon berdasarkan kisah yang berkembang di masyarakat pesisir Jawa Timur ini, pendeta tersebut ingin datang ke Tuban hanya mempunyai satu tujuan yakni beradu kesaktian dengan putra dari pasangan Raden Rahmatullah atau Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri Bupati Tuban, Syekh Abdurrohman atau Raden Arya Teja.

Kisah Sunan Bonang.
Para peziarah di Kompleks Makam Sunan Bonang di Kelurahan Kutorejo, Kecamatan Tuban.(Foto: Mochamad Abdurrochim/Tugu Jatim)

Pada suatu ketika, dia dengan beberapa pengikutnya berlayar menuju ke negeri seberang dengan membawa kitab-kitab yang akan digunakan untuk beradu argumen dengan sang sunan. Namun, belum sampai di daratan. Kapal yang mereka gunakan berlayar dihantam badai angin dan ombak. Kapal pecah dan tenggelam bersama kitabnya. Meskipun begitu, rombongan dari negeri Hindustan ini dapat berhasil selamat bersama muridnya.

Sesampainya di sebuah pulau dengan banyak dikelilingi pepohonan kelapa, dia merasa sedih. Sebab, perbekalan yang akan dipakai untuk menghadapi Sunan Bonang lenyap ditelan ganasnya gelombang air laut. Walaupun begitu, semangat ingin melawan pemuka agama Islam ini terus berkobar.

Sumur Sunan Bonang di Tuban.
Sumur Srumbung, salah satu peninggalan Sunan Bonan Tuban, yang berada di Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Tuban. Lokasinya tepat berada di bibir pantai yang jaraknya kurang lebih 15-20 meteran. (Foto: Mochamad Abdurrochim/Tugu Jatim)

Dia kemudian tidak sengaja bertemu dengan sesosok pria mengenakan jubah dan membawa tongkat. Dia pun bertanya kepada orang tersebut terkait keberadaan guru dari Sunan Kalijaga ini. Sang sunan pun balik menjawab, keperluan apa ingin menemuinya. Pendeta itu pun dengan congkaknya menjawab ingin berhadapan dengan sang sunan dan adu kesaktian. Sayangnya, kitab yang dia pelajari selama ini hilang tenggelam bersama kapalnya.

Seketika itu, Sunan Bonang menancapkan tongkatnya ke pinggir pantai. Aneh bin ajaib. Puluhan hingga ratusan kitab yang tadinya tenggelam di dasar laut muncrat bersama air yang keluar dari bekas tancapan tongkat. Pemandangan ini membuat takjub sang brahmana bersama pengikutnya.

Sumur Srumbung di Tuban.
Kondisi Sumur Srumbung di Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Tuban. (Foto: Mochamad Abdurrochim/Tugu Jatim)

Dia merasa curiga bahwa yang ada di hadapannya bukanlah orang sembarangan yang bisa ujuk-ujuk mengeluarkan buku dari lubang pasir. Konon bekas lubang itulah dinamai Sumur Srumbung. Sumber air yang berada di pinggir pantai yang airnya tidak asin ataupun payau.

Brahmana ini pun memberanikan diri bertanya kepada orang yang berada di hapannya itu, siapakah hakikatnya. Sang sunan pun menjawab bahwa dialah Sunan Bonang. Dengan tubuh gemetar dan perkataan yang tertatih-tatih, brahmana ini pun meneteskan air mata seraya menyesali niatnya untuk menghadapi sang sunan.

Pendeta ini ingin menjadi muridnya. Sebab, sebelum dia berangkat ke bumi Nusantara di hadapan pengikutnya dia berjanji seandainya dia kalah beradu kesaktian maka akan menjadi pengikut setia dari kanjeng sunan. Sejak saat itulah, brahmana ini dengan setia mengikuti sang sunan berdakwah menyebarkan agama Islam.