Tugujatim.id – Salah satu penggalan cerita penting dalam sejarah kehidupan presiden Sukarno, sang proklamator Indonesia adalah saat di buang ke Ende oleh Kolonial Belanda. Kisah pembuangan ini berawal dari pertemuan politik Sukarno di rumah Muhammad Husni Thamrin di Jakarta pada 1 Agustus 1933.
Sepulang dari pertemuan itu, dia ditangkap kemudian dipenjara selama delapan bulan tanpa proses pengadilan. Lalu, pada 28 Desember 1933, Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, De Jonge, menyatakan mengasingkan Sukarno ke Ende Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT)
Saat menjalani pembuangan ini Sukarno ditemani istri tercintanya, Inggit Garnasih. Kemudian mertuanya, Ibu Amsi, dan kedua anak angkatnya, Ratna Juami dan Kartika. Mereka berangkat dari dari Surabaya menuju Flores selama 8 hari dengan kapal barang KM van Riebeeck.
Setibanya di Ende, Sukarno dan keluarga menempati rumah milik Haji Abdullah Ambuwaru. Ende dianggap sebagai tempat yang tepat untuk memutus komunikasi Sukarno dengan rekan-rekannya di Jawa, yang dianggap melalukan aktivitas politik berbahaya. Di daerah tersebut tidak ada sarana dan prasarana seperti di Jawa. Kehidupan Sukarno di di sana cukup susah karena tidak ada listrik, tidak ada air PDAM dan tidak punya teman.
Di awal kepindahannya Sukarno merasa frustasi karena lingkungan yang begitu sunyi, sedangkan dia sudah terbiasa dengan lingkungan yang ramai dan berkomunikasi dengan banyak orang. Namun hari demi hari Sukarno mampu menjalani hingga memiliki banyak teman, meskipun masih diawasi ketat oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat, selama tahun 1934-1938 Sukarno menghabiskan waktu dengan melukis, membaca, menulis dan merenung di sebuah taman tak jauh dari rumahnya. Hingga suatu ketika Sukarno sedang duduk di bawah pohon sukun. Dia memikirkan butir-butir gagasan yang dijadikan sebagai ide pokok pancasila. Konon, lima gagasan tersebut terinspirasi dari pohon sukun yang bercabang lima.
Kini rumah tersebut dijadikan sebagai “Rumah Museum” dan diresmikan pada 16 Mei 1954. Dilansir dari IDN times, lokasi rumah pengasingan ini berada di Jalan Perwira. Rumahnya mungil dan terdiri dari beberapa kamar, di dalamnya terdapat beberapa peninggalan benda-benda Bung Karno selama diasingkan.