SURABAYA, Tugujatim.id – Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur menyebut kasus kekerasan seksual sering terjadi di tempat yang dianggap aman seperti rumah dan lembaga pendidikan. Selain itu, juga terjadi karena lemahnya pengawasan dan pencegahan atas kasus pencabulan tersebut.
“Saya melihat maraknya aksi kekerasan seksual terhadap anak adalah sebagai akibat dari masih lemahnya pengawasan dan pencegahan,” kata ketua Bidang Data, Komunikasi dan Litbang Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim, M Isa Anshori, pada Minggu (24/7/2022).
Menurutnya, berdasarkan data yang dihimpun oleh LPA Jatim pada 2020 ada sebanyak 66 kasus kekerasan seksual. Pada 2021, ada 363 kasus kekerasan, dan 112 di antara adalah kekerasan seksual. Lalu tahun 2022 sampai bulan Juli ada 102 kasus kekerasan dan dari jumlah itu 38 kasus merupakan kekerasan seksual.
“Data menunjukkan bahwa sampai pertengahan tahun hingga bulan Juli, ada 102 dan sekitarnya 37 persennya adalah kekerasan seksual,” kata dia.
Mirisnya, kata Isa Anshori, aksi pelecehan seksual sering dilakukan di lingkungan yang dianggap aman dan nyaman yaitu lembaga pendidikan, bahkan rumah.
“Yang memprihatinkan lagi adalah sekolah dan rumah menjadi tempat paling sering terjadinya kekerasan seksual,” ujarnya.
Mencuatnya kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan lembaga pendidikan seperti di pondok pesantren Shiddiqiyyah Jombang dan kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi di Universitas Negeri Surabaya (Unesa)
Kendati demikian, kata dia, lembaga pendidikan sebagai lembaga yang mengajarkan moralitas, maka perlu adanya hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual yang kesannya harus dibuat jera dengan hukuman yang maksimal.
“Hukuman maksimal menjadi penting, karena selama ini jarang diterapkan,” jelasnya.
Isa menambahkan pentingnya juga sosialisasi tentang kesehatan reproduksi kepada semua.
“Sosialisasi tentang kesehatan reproduksi kepada semua, terutama kepada orang tua, guru dan anak-anak menjadi penting,” paparnya.
Lanjut Isa, seringkali korban kekerasan seksual enggan untuk melaporkan ke pihak berwajib. Hal itu karena korban menanggung beban berat jika melapor.
“Pelaku kekerasan seksual biasanya orang dekat, sehingga ini dianggap aib,” ungkapnya.
Sedangkan terkait wacana dalam salah satu penambahan poin RUU Perlindungan Anak untuk memiskinkan pelaku. Dengan cara memberikan santunan kepada korban agar mampu secara emosional dan ekonomi sampai dewasa, menurutnya itu untuk restutisi.
“Ya itu sebagai restutisi,” tuntas Isa yang juga anggota Dewan Pendidikan Jatim ini.
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugujatim , Facebook Tugu Jatim ,
Youtube Tugu Jatim ID , dan Twitter @tugujatim