BOJONEGORO, Tugujatim.id – Selama pandemi Covid-19, limbah medis bahan berbahaya beracun (B3) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro mengalami peningkatan hingga 50 persen. Koodinator Sanitasi Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPS) RSUD) Dr R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Siswo mengatakan, peningkatan tersebut disebabkan dari jumlah pasien Covid-19 yang juga mengalami kenaikan.
“Kalau sejak pandemi Covid-19 ini naiknya mulai dari 25-50 persen,” ujar Siswo saat ditemui Selasa (03/08/2021).
Sampah medis yang tergolong dalam bahan berbahaya dan beracun (B3) itu seperti infus bekas, masker, vial vaksin, botol vaksin, jarum suntik, face shield, perban, hazmat, APD, pakaian medis, sarung tangan, alat PCR/antigen, dan alcohol swab.

“Bahkan, semua yang dipegang atau terpegang oleh pasien Covid-19 itu kami kelompokkan ke dalam limbah berbahaya dan beracun. Itu juga yang mengakibatkan kenaikan jumlah limbah,” jelas Siswo.
Pengelolaan Limbah Medis dan Non Medis
Pengelolaan air limbah dan limbah padat medis serta non medis harus mengikuti Pedoman Pengelolaan Limbah di puskesmas, rumah sakit, rumah sakit rujukan, dan rumah sakit darurat yang menangani pasien Covid-19 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan.
Sementara untuk pengelolaan sampah medis, Siswo menambahkan, RSUD Dr R. Sosodoro Djatikoesoemo telah memiliki incinerator berizin.
“Untuk pengelolaan limbah cair, kami harus punya Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), jadi semua limbah cair dimasukkan ke dalamnya. Sedangkan untuk limbah padat, kami menggunakan incinerator,” ungkapnya.
Untuk penanganan limbah B3 medis padat dilakukan dari penempatan limbah ke dalam wadah tertutup. Limbah kemudian diletakkan di dalam tempat penyimpanan sementara (TPS) limbah B3 selama 2 hari. Selanjutnya dilakukan pembakaran di incinerator dengan suhu 1.000⁰ Celcius dengan proses pembakaran selama 2 jam.
Dari pembakaran tersebut dihasilkan abu yang pengelolaannya mengacu ke Permen LHK No 56 Tahun 2015, yaitu dikemas dalam wadah yang kuat, selanjutnya disimpan di TPS Limbah B3 dengan masa penyimpanan paling lama 3 bulan.
Sementara itu, Pihak Instalasi Pemeliharaan Sarana RSUD akan memasukkan abu ke dalam drum yang diisi dengan kapasitas 50 kilogram per drum. Karena termasuk bahan berbahaya, Siswo mengatakan, abu di dalam drum akan dilakukan penutupan dengan cara pengecoran menggunakan semen agar tidak terjadi kebocoran.
“Biasanya satu hari tidak sampai 50 kilogram pembakaran,” ucap Siswo.
Setelah proses tersebut, akan dilakukan pengiriman ke PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) sebagai penimbun limbah B3 berizin yang berada di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.
“Jadi, kami bayar pihak PPLI, kemudian mereka datang ke sini (RSUD Bojonegoro) untuk mengambil drum yang berisi abu limbah B3. Dalam satu kali transaksi, kami kirim 20 drum,” ujar Siswo.
Sebagai informasi, limbah medis yang dihasilkan RSUD Dr R. Sosodoro Djatikoesoemo pada Juni 2021 ini mencapai 14.463 limbah medis yang terdiri dari 4.014 kilogram limbah Covid-19 dan 10.499 kilogram limbah medis non Covid-19.