Statusnya sebagai mahasiswa strata-III (S3) Perguruan Tinggi Negeri di Jawa Timur tidak menurunkan semangatnya untuk terus bertahan hidup di tengah badai pandemi COVID-19. Dialah Muhaimin, pria asal Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar yang sedang menekuni sebagai produsen arang yang terbuat dari batok kelapa. Siapa sangka dengan peralatan sederhana, Muhaimin dapat memproduksi arang batok kelapa sebanyak 6 ton dalam sebulan.
Sepanjang toko kelapa di Pasar Legi, Kota Blitar sudah seperti rumahnya sendiri. Hampir setiap hari, mahasiswa bernama Muhaimin ini menyusuri pasar tersebut. Bukan untuk membeli kelapa, tapi ia hanya mencari sisa batok kelapa dari para penjual di Pasar Legi. Dalam sehari, pria 29 tahun ini membawa pulang sekitar 20 karung batok kelapa atau setara dengan 1000 Kg.
“Tapi saya gak sebulan penuh cuma cari batok, hanya dua minggu saja, setelah itu produksi,” ungkap Muhaimin saat ditemui tugumalang.id, Grup Tugu Jatim.
Baca Juga: Wiji Thukul, Mengenang Sastrawan dan Aktivis yang Hilang pada Masa Orde Baru
Selama dua minggu, ia dapat mengumpulkan sekitar 18 ton batok kelapa untuk dibakar untuk proses produksi arang tersebut. Dari belasan ton tersebut, setelah dibakar hanya menghasilkan sekitar enam ton. Selama pandemi ini, kata Muhaimin, ia fokus memproduksi arang kelapa tersebut.
Meskipun, ia mengawali bisnis ini sejak 2013 silam. Kesibukannya sebagai mahasiswa untuk menyelesaikan kuliah, membuat Muhaimin kurang fokus dalam memproduksi arang batok kelapa tersebut. “Mulanya dulu coba-coba, karena lihat di YouTube,” imbuhnya.
Ia menceritakan jika ide membuat arang itu muncul ketika ayahnya membuat kerajinan dari batok kelapa. Seiring berjalannya waktu, kerajinan tersebut berhenti, sehingga ia mengalihkan batok kelapa dari kerajinan menjadi arang.
Sebab, kerajinan batok kelapa di Blitar tidak banyak diminati masyarakat. Tak hanya itu, pasarnya juga masih sulit. Sehingga, ia membandingkan antara pasar kerajinan batok kelapa dengan arang itu.
Baca Juga: Mengintip Film Tilik, Diproduksi Tahun 2018, Viral Tahun 2020
“Setelah saya dalami, ternyata pasarnya itu sampai luar negeri,” terang mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM).
Namun, ia tidak bisa masuk ke pasar luar negeri secara langsung karena arang itu harus diolah lagi menjadi bricket oleh pabrik yang lebih besar. Sementara ini, Muhaimin hanya menyetor hasil produksi arang rumahan ke pengepul yang akan mengirimkan ke pabrik.
“Kalau dari referensi yang saya tahu itu, setelah diolah jadi bricket itu kan jadi bahan bakar pengganti batu bara,” kata bapak satu anak ini.
Rencananya, Muhaimin akan membuat program pemberdayaan masyarakat sekitar untuk memproduksi arang batok kelapa. Meskipun masih dalam jumlah kecil, perbulan ia bisa mencapai penghasilan bersih sekitar Rp 6 juta – Rp 9 juta.
“Beberapa orang sudah saya ajak untuk mencoba produksi, tapi sangat kecil. Minimal bisa belajar dulu bagaimana proses produksinya,” pungkas Muhaimin.
Reporter: Rino Hayyu
Comments 4