MALANG, Tugujatim.id – Sosok Djamal Aziz sebagai politisi senior nan nyentrik ini memang tak asing lagi di mata masyarakat. Maju sebagai caleg di Pemilu 2024 untuk dapil Malang raya, poster wajahnya memang tak sebanyak caleg lain yang menempelkan baliho di pinggir jalan.
Walau begitu, ia dikenal bersahaja dan tak pandang bulu menyambangi berbagai kegiatan masyarakat. Ia tak pernah memilih acara apa dan siapa yang mengundangnya.
Djamal Aziz, Sosok Caleg yang Dekat dengan Masyarakat
“Terus orang ngundang Maulud datang, ngundang Idris Romero datang, ngundang sunatan datang, tidak pernah kita tolak. Ada pengajian biasa,” tutur Djamal Aziz saat Podcast Tugu Inspirasi di Kantor Tugu Media Group, Kota Malang, Jawa Timur.
Jauh sebelum Pemilu 2024 yang telah memasuki masa kampanye, Djamal Aziz yang biasa dipanggil Habib ini memang telah malang melintang di perpolitikan Indonesia. Wajahnya kerap muncul di acara diskusi salah satu TV nasional.
Tak hanya sebagai politisi dan wakil rakyat di Komisi X DPR RI periode 2009-2014, namun juga kala ia memenuhi amanah sebagai anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI.
Saat hadir dalam podcast Tugu Inspirasi, ia coba menjelaskan bagaimana seorang calon legislatif harus berani bersikap dan tak takut untuk menjadi vokal. Termasuk bagaimana kisahnya melenggang ke senayan tanpa permainan uang saat kampanye dan pencoblosan.
Djamal Aziz: Jadi Anggota Dewan Tak Perlu Takut
Menurut Djamal Aziz, seorang anggota dewan tak perlu takut atau memiliki beban dalam menyuarakan aspirasi masyarakat. “Jadi kalau anggota dewan itu selama dia bersih, insyaallah gak pakai punya beban. Bagaimana harus punya beban, wong wakilnya rakyat kok punya beban,” jelasnya.
Baginya, seorang anggota DPR di Senayan sudah diberikan hak imunitas, hak budjeting, dan berbagai kelengkapan lainnya.
“Anda ditempatkan di Senayan itu anda dikasih satu, yang pertama hak imunitas, yang kedua anda dikasih hak budgeting untuk setiap instansi yang anda duduk di komisinya, yang ketiga anda outputnya membuat legislasi perundang-undangan yang berkepentingan di komisi anda yang dianggap diperlukan oleh republik ini,” jelasnya.
Djamal Aziz, Jadi Wakil Rakyat yang Vokal Tergantung Situasi
Bagi Djamal Aziz, menjadi sosok yang vokal di Senayan haruslah sesuai dengan situasi dan kondisi. Ia juga menyebut, terkadang seseorang yang vokal memiliki motivasi tersendiri. “Ya vokal itu tergantung situasi kalau nggak tepat ya vokal kalau tepat buat apa bisa jadi musuh orang terus motivasinya apa kok selalu vokal terus. Kadang-kadang orang ngeker vokal terus oleh sangu,” ungkapnya.
Walau begitu, ia tak menampik bahwa memang sebagai wakil rakyat akan mendapat uang saku dari pemerintah. Namun tak lebih dari batas hak dan kewajiban sebagai wakil rakyat.
Ia juga berharap para politisi muda tak tergoda dengan iming-iming uang yang bisa jadi banyak berkeliaran di kursi Senayan. Menjaga niat awal yang baik adalah kunci dari perjalanan seorang wakil rakyat saat terpilih nantinya.
“Tergantung niatnya, nawaitunya. Dari nawaitu kita tetap harus istiqomah kan gitu aja. Kalau sampai berubah di tengah jalan itu sudah takdir memang Allah tidak berkehendak tapi kamu jangan coba-coba punya niat ke situ,” imbuhnya.
Ia pun menegaskan bahwa tak akan tergiur dengan iming-iming apapun termasuk menerima uang yang tak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini menurutnya merupakan persepsi setiap orang saat maju menjadi calon anggota legislatif.
“Persepsimu memang kepingin cari duit, mbleset. Lah istiqomah ae. Sing oleh sangu tekan negara yawis iku tak gawe dum-duman. Sing liyane nggak, sepuntene sing katah,” tegasnya.
Strategi Djamal Aziz Hadapi Kemungkinan Serangan Fajar dari Caleg Lain
Ketika ditanya tentang kemungkinan banyak caleg yang mengandalkan kampanye hitam atau penyalahgunaan uang dalam proses pemilihan, Djamal Aziz menyatakan keprihatinannya.
Menurutnya, fenomena tersebut tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga hanya menguntungkan para pemilik modal.
Dengan waktu lebih lama, menurutnya para caleg akan memiliki waktu lebih untuk memnyampaikan visi misi pada masyarakat demi terwujudnya pemilu yang jujur dan adil. Apalagi pemilu juga bagian dari mencerdaskan masyarakat.
“Namanya pemilu jurdil, yang namanya jurdil itu jujur dan adil. Ya kalau gini kan, apa masih yakin ini bisa terjadi jurdil?” ucapnya.
Apalagi menurutnya, masyarakat biasa diberi iming-iming uang sekitar Rp100.000. Bila suara satu orang dihargai dengan jumlah tersebut, ia menyebut dalam lima tahun, per harinya suara masyarakat hanya dihargai Rp55.
“Orang ngemis sekarang kalau dikasih Rp200 dibuang uangnya. Ini hak suaranya cuma dihargai Rp55, lebih rendah dari orang ngemis,” tandasnya.
Namun Djamal Aziz tak menampik saat diberi pertanyaan kemungkinan akan adanya permainan uang yang besar dalam Pemilu 2024. “Masih, masih, masih. Impossible kalau tidak,” sahutnya.
Namun ia tak mau berkomentar lebih lanjut soal besaran permainan uang yang bisa saja terjadi dalam Pemilu.
“Wah, saya ndak tahu. Saya gak berani karena saya, kemarin saya punya tim saya kumpulkan semua di antaranya salah satu bekas kelurahan Pare-Pare Pak Marsilat. Dia bilang, jangan sampai main uang bah, soalnya ini sudah kelihatan di lapangan omongannya soal uang,” tutur Djamal menirukan salah satu lurah di Kabupaten Malang yang dekat dengannya.
Siap Berkompetisi Pakai Strategi Hamas, Djamal Aziz Tak Gentar Hadapi Caleg Muda
Lalu apa strategi Djamal Aziz agar bisa melenggang ke Senayan? Pertanyaan tersebut dijawab lugas oleh pria 65 tahun ini. Ia menjelaskan bahwa sudah menyiapkan strategi ala Hamas agar bisa terpilih.
“Kalau saya sekarang ini saya ngomong sudah kamu jangan cerita tentang visi, misi, dan lain sebagainya. Saya sekarang ini mau perang model Hamas. Darat, laut, udara yang penting saya harus masuk Senayan,” jawabnya lugas.
Begitu kekeuhnya Djamal Aziz ingin bisa ke Senayan membuat CEO Tugu Media Group, Irham Thoriq bertanya tanya. Akankah Djamal kembali maju di Pemilu selanjutnya bila Pemilu 2024 tak terpilih?
“Saya begitu sekarang harus saya lakukan itu untuk sampai di Senayan karena sudah umur 65. Mau 66 Maret besok. Kalau ini ditakdir jadi alhamdulillah lebih nikmat, kalau nggak masak umur 70 tahun 71 masih mau nyalon lagi rek,” imbuhnya.
Politisi kelahiran Surabaya yang lama dan besar di Malang ini pun menyebut bahwa ia hanya ingin bermanfaat bagi masyarakat. Berbakti pada negara dan konstituen. Alasan kuat Djamal Aziz.
Bila tak terpilih, ia mengaku akan ikhlas dan kembali ke masjid seperti apa yang ia lakukan sehari-hari. “Tapi kalau untuk memulai terus seperti sekarang ini 0 masuklah kok ndak. Umur 70 sobo (ke) masjid ae lah, iyalah iya kita mau khusnul khotimah lah gitu,” pungkas Caleg DPR RI Dapil Malang Raya ini.(ads)
Penulis: Imam A Hanifah
Editor: Lizya Kristanti