SURABAYA, Tugujatim.id – Mantan Menteri Pendidikan Nasional Periode 2009-2014 sekaligus Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam (RSI) Surabaya Prof Dr Ir KH Mohammad Nuh DEA menyampaikan jika membahas alat screening perlu memenuhi 3 syarat utama. Prof Nuh menjelaskan, 3 syarat itu adalah cepat, murah, dan aman.
“Jika berkenan untuk bekerja sama, mari kita sama-sama ikut menyelesaikan pandemi Covid-19 ini. Alat screening yang dikembangkan oleh Guru Besar (Gubes) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya selaku pembuat alat screening Covid-19 bernama “i-nose c-19” Prof Drs Ec Ir Riyanarto Sarno MSc PhD itu adalah alat untuk screening. Karena itu harus memenuhi 3 syarat,” terang Prof Nuh pada pewarta Tugu Jatim saat doorstop di Ruang Pertemuan, Lantai 3, RSI Jemursari Surabaya, Senin siang (22/02/2021).
Dia menjelaskan, syarat pertama mengenai harga “murah” atau screening-nya terjangkau oleh masyarakat luas. Terbukti, Prof Nuh menjelaskan, alat screening i-nose c-19 hanya dibanderol Rp 10 ribu, bahkan dipatok harga di bawah itu, untuk perorangan yang ingin screening Covid-19.
Also Read
“Pertama, dari biaya sendiri harus sangat terjangkau, tadi sudah disampaikan oleh Prof Riyan bahwa tidak sampai Rp 10 ribu (per orang untuk sekali screening, red),” imbuhnya.
Selain itu, Prof Nuh menyebut, yang kedua ialah cara kerja “cepat”. Mengingat bila memakai PCR memerlukan waktu yang tidak sebentar, tapi untuk i-nose c-19 hanya menunggu 2-3 menit dan hasilnya sudah diterima melalui WhatsApp.
“Kedua, kecepatan untuk screening karena kalau lambat, nunggu satu jam, dua jam, tiga jam, empat jam, sudah selesai. Ini kecepatannya hanya 2-3 menit sudah dapat disimpulkan hasilnya bagaimana, positif atau negatif Covid-19,” lanjutnya.
Sedangkan untuk ketiga, Prof Nuh menegaskan, yaitu “aman”. Alat screening i-nose c-19 ini memakai sampel bau keringat di ketiak yang tidak termasuk menular. Jadi, aman bila dipakai oleh banyak orang. Inilah yang menjadi kelebihan i-nose c-19 dengan alat screening lainnya.
“Ketiga, itu aman. Sangat aman. Ketiak ini termasuk aman, tidak ada zat menular. Yang menular biasanya dari sini (sambil menunjuk bagian wajah, red). Maka dari itu, setelah dari sini nanti, baik yang dites untuk para pasien yang sudah positif, juga untuk pasien yang mau screening di depan,” tuturnya.
Rencananya, i-nose c-19 bakal menjalani uji profile dan uji diagnosis agar lebih memiliki akurasi hasil yang tinggi. Bakal dibantu prosesnya oleh RSI Jemursari dan RSI Ahmad Yani agar proses uji profile dan uji diagnosis memperoleh sampel yang ideal. Prof Nuh menyampaikan, perlu proses “learning” dari “artificial intelligence” terlebih dahulu.
“Jadi, pas masuk kami belum tahu, harus dicek dulu. Sebelum ke PCR pakai alat ini sehingga bisa dibandingkan nanti. PCR berapa, positif atau negatif, kalau i-nose c-19 berapa, positif atau negatif. Nanti dipelajari semua, ada learning proses di situ. Ini luar biasa,” ucapnya.
“Ini tidak menggantikan PCR, tapi kalau PCR itu kan lama ya. Terus harganya juga tinggi. Ini perlu penanganan secara cepat, ketika hasil tes antara i-nose c-19 dan PCR sama, mereka bisa dipakai di depan. Tapi, dia (i-nose c-19, red) tidak bisa dipakai untuk menggantikan,” imbuhnya.
Sebagai informasi, untuk alat screening i-nose c-19 sendiri bakal disediakan 2 mesin di RSI Jemursari Surabaya dan 2 mesin di RSI Ahmad Yani Surabaya. Kedua mesin itu bakal diletakkan di bagian depan RS dan bagian perawatan RS masing-masing. (Rangga Aji/ln)