MOJOKERTO, Tugujatim.id – Masjid Agung Darussalam Mojokerto atau Madasa Mojokerto berusia ratusan tahun. Namun Masjid yang dibangun di masa Bupati Mojokerto, Kromodjojo Adinegoro III (1894 – 1916) terus dipertahankan bagian bernilai sejarah.
Masjid Agung Darussalam Mojokerto atau Madasa Mojokerto mengalami perubahan tampilan setelah proses renovasi. Tampak luar, nuansa kemegahan dua buah kubah besar masing-masing berdiameter 15 Meter dan 18 Meter. Sementara pada kubah diameter 18 meter, terdapat kaligrafi surat Al-Ikhlas.
Walau begitu, beberapa bagian masjid lama masih berusaha dipertahankan, yakni soko guru atau empat tiang utama masjid yang kembali dipasang di sebelah timur bangunan baru. Selain itu, tangga bangunan Madasa lama juga dihadirkan sebagai penanda nilai kesejarahan agar tetap lestari.
“Kami melakukan perbaikan masjid ini berdasarkan berbagai pertimbangan. Mulai dari sisi historis, agamis, hingga ekonomis, semua kami bahas dan pertimbangkan bersama dengan yayasan secara detail,” kata Mansyur Tohir, Ketua Takmir Madasa kepada Tugu Jatim, Selasa (2/4/2024) lalu.
Masjid Agung Darussalam Mojokerto berdiri pada masa Bupati Mojokerto, Kromodjojo Adinegoro III tahun 1894 – 1916. Selain soko guru dan tangga yang masih menjadi penanda, juga beberapa ornamen tulisan Arab Pegon yang tetap menjadi penghias untuk terus dikenang keberadaannya.
“Karena ornamen ini juga memiliki nilai sejarah yang tinggi. Agar masyarakat tetap bisa menyaksikan sendiri, maka tetap kami upayakan soko guru tetap seperti keadaan sebelumnya,” tandas Mansyur.
Masjid Agung Darussalam yang berlokasi di Desa Gemekan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto berada persis di jalan arteri Surabaya – Madiun. Masjid ini juga masih menyimpan beduk raksasa yang diklaim sebagai yang terbesar di Indonesia. Beduk berbahan kulit sapi dan kayu jati dengan diameter 2,25 meter dan panjang 3,5 meter memiliki bobot mencapai 560 Kg. Beduk raksasa ini didatangkan langsung dari Cirebon, Jawa Barat.
“Butuh 2 tahun pembuatan beduk. Karena pakai kulit sapi yang berat masing-masing sapinya 1,2 ton. Harga beduk juga mencapai Rp110 juta,” tandas Mansyur.
Rencananya, takmir Madasa bakal menghiasi bagian depan Madasa dengan Alquran raksasa yang dilindungi dengan kaca. Beduk raksasa yang saat ini berada di sisi timur bagian dalam Madasa akan digeser ke luar masjid.
“Nantinya bisa menjadi ikon khas Madasa, beduk raksasa. Tapi insya Allah setelah semua renovasi selesai, mohon doanya,” tandas Mansyur.
Sementara pilar masjid berwarna kombinasi coklat emas turut menambah suasana mewah dan megah. Tak hanya itu, ukiran pada pilar ini membawa nuansa khas Majapahitan, terlebih pengerjaannya yang melibatkan tenaga berpengalaman dari Boyolali, Jawa Tengah.
“Memang kami sengaja memanggil perajin yang berkualitas. Pengerjaan mereka teruji, sudah beberapa tahun, hasilnya masih sangat bagus. Apalagi kan masjid ini jujukan banyak orang. Jemaah agar nyaman saat mengunjungi masjid ini,” imbuh Mansyur.
Pilar yang menyerupai yoni pada masa kerajaan Majapahit ini berbalut ukiran kayu jati. Terdapat 10 pilar dengan model serupa yang harga setiap satu pilar mencapai Rp280 juta, sedangkan harga pilar yang besar mencapai Rp600 juta.
Terdapat juga lantai yang seluruhnya terpasang marmer berdimensi 120 x 60 Centimeter di Lantai I Madasa, sedangkan lantai II, bahan granit menjadi pilihan utama.
Reporter: Hanif Nanda Zakaria
Editor: Darmadi Sasongko