Perang dan bentrokan antara Armenia dan Azerbaijan di daerah konflik Nagorno-Karabakh telah renggut 230 nyawa, Sabtu (3/10/2020).
Pihak Armenia menyatakan bakal menggunakan segara cara untuk melindungi etnis Armenia dari serangan Azerbaijan.
Untuk diketahui, keduanya mengabaikan upaya Prancis untuk menengahi konflik tersebut. Kedua belah pihak saling menyerang dan perang dengan menggunakan roket dan rudal untuk hari ketujuh dalam gejolak terbaru dari konflik puluhan tahun yang mengancam Rusia dan Turki.
Baca Juga: Mau Gaji Aman Hingga Akhir Bulan? Ikuti Langkah-Langkah Berikut ini!
Dilansir dari ABS News, korban tewas meningkat menjadi setidaknya 230 orang dalam pertempuran di Nagorno-Karabakh. Di mana daerah tersebut merupakan kantong etnis Armenia di Azerbaijan yang memisahkan diri dari kontrolnya pada 1990-an.
Masing-masing pihak mengatakan telah menghancurkan ratusan tank pihak lain. Pihak Azeri mengklaim keuntungan, dan Presiden Ilham Aliyev mengirimkan ucapan selamat kepada seorang komandan militer atas penangkapan sebuah desa Karabakh.
“Hari ini tentara Azeri mengibarkan bendera Azerbaijan di Madagiz. Madagiz adalah milik kita,” kata Aliyev melalui media sosial.
Pada hari Sabtu, Nagorno-Karabakh mengatakan 51 prajuritnya telah tewas, meningkatkan total kerugiannya menjadi 198.
Sedang pihak Azerbaijan mengatakan 19 warga sipilnya telah tewas akibat perang tersebut. Namun hal itu tidak diungkapkan kerugian militernya. Sebelas kematian warga sipil telah dilaporkan oleh Nagorno-Karabakh dan 2 di Armenia.
Armenia mengatakan pada hari Jumat bahwa mereka akan bekerja sama dengan Rusia, Amerika Serikat dan Prancis menuju gencatan senjata pada perang itu. Tetapi Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan mereka seharusnya tidak memiliki peran dalam menciptakan perdamaian. Sedang pada Sabtu, Ankara mendukung yang “tertindas” di Kaukasus Selatan.
Pejabat Kementerian Pertahanan Armenia Artsrun Hovhannisyan mengatakan situasinya sering berubah.
“Dalam perang besar, perubahan seperti itu wajar. Kami bisa mengambil posisi, lalu meninggalkannya dalam satu jam,” katanya kepada awak media dilansir ABC News.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengatakan kepada rekan senegaranya dalam pidato yang disiarkan televisi bahwa pertempuran di garis depan sangat intens. Angkatan bersenjata Armenia sejauh ini menahan diri untuk memasuki perang bersama dengan Nagorno-Karabakh.
Namun Pashinyan menggambarkan konflik tersebut sebagai perjuangan nasional. Bahkan pihaknya membandingkannya dengan perang negara itu dengan Turki-Ottoman pada awal abad ke-20.
Kementerian Luar Negeri mengatakan Armenia, sebagai penjamin keamanan perang di Nagorno-Karabakh, akan mengambil segala cara dan langkah yang diperlukan untuk mencegah apa yang disebutnya “kekejaman massal” oleh pasukan Azerbaijan dan sekutunya Turki. (gg)