Tugujatim.id – Siapa yang tidak kenal Friedrich Wilhelm Nietzsche? Lebih akrab dipanggil ‘Nietzsche’. Tokoh filsafat modern, aliran nihilisme satu ini (walau masih ada harapan/makna yang disampaikan Nietzsche) dikenal melalui masterpiece berjudul ‘Zarathustra’, berisi aforisme yang masih relevan dengan situasi, persoalan dan gejolak hati manusia abad 19-21 yang sering menjadikan peran tuhan sebagai poin sekunder.
Nietzsche lahir di Jerman. Hidup di tengah keluarga yang begitu taat beragama dan aktif di Gereja Lutheran. Ayahnya seorang pendeta yang disegani. Namun, di akhir usia mudanya, Nieztsche mulai meninggalkan kuliah Teologi. Pikiran kritisnya mulai melakukan pengembaraan dengan caranya sendiri.
Tahun 1865, Nietzsche si anak pendeta itu benar-benar meninggalkan agama Kristen. Protesnya tertuang dalam karya klasik namun masih menarik untuk dibaca hingga kini, berjudul ‘Zarathustra’, tokoh kelana bak spiritualis yang mengungkapkan beragam sindiran pada manusia modern yang salah satunya “tuhan telah mati, kita semua membunuhnya”.
Buku ini berisi cerita pengembaraan Zarathustra, bertemu orang, binatang, tanaman dan panorama yang kemudian dipakainya untuk menghasilkan dialog. Zarathustra mengajak manusia untuk menjadi ‘ubermensch’ atau ‘manusia unggul’. Sosok yang dapat menari di tengah berbagai terpaan cobaan dalam hidup. Serta masih memegang teguh kesadaran soal etika, perilaku dan cinta kasih.
Yang menarik, ada kesamaan nama. ‘Zarathustra’ juga merupakan pendiri agama kuno Persia yang disangsikan ilmuwan abad 19. Nietzsche mengatakan bahwa ‘Zarathustra adalah orang pertama yang melihat bahwa pertempuran antara baik dan jahat itu adalah roda yang menggerakkan segalanya’.
Pengembaraan Zarathustra didorong oleh defisitnya religius, moralitas dan intelektual manusia-manusia. Zarathustra berjalan dengan sabda-sabda mengenai cinta, nilai-nilai kebajikan, persahabatan, kegembiraan, kesedihan, politik, negara dan lain-lain di tengah heningnya hutan dan keramaian manusia.
Buku ini masih relevan bila dibaca di abad 21. Berbagai persoalan dan satire yang diangkat Nietzsche masih mengena di hati pembaca. Banyak aforisme yang membuat hati kita tertampar, apalagi kalimat ‘Tuhan telah mati, kita semua telah membunuhnya’. Bentuk sindiran bahwa manusia modern telah melupakan tuhan, sibuk dengan urusan sekunder lain yang bisa menunjang posisi sosial di kehidupannya. (Rangga Aji/gg)