Tugujatim.id – Jujur saja Institut Teknologi Bandung (ITB) adalah kampus yang aku impikan sedari lama. Dimulai ketika aku meraih juara umum dalam suatu lomba di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Waktu itu guruku bertanya mengenai ke sekolah mana aku akan melanjutkan jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).
Seiring berjalannya obrolan semua terarah ke pertanyaan, “lalu kamu mau kuliah di mana?” Sontak aku terdiam karena belum berpikir sejauh itu.
Beliau memberitahuku untuk mencari tahu tentang ITB. Akupun mulai browsing di internet. Ketika diketik “ITB” di mesin pencari langsung muncul di bagian atas jajaran alumni kampus ini. Mereka kebanyakan adalah orang berpengaruh di negeri ini, salah satunya B.J. Habibie, teknokrat sekaligus mantan presiden Indonesia ke tiga.
Setelah hari itu aku bermimpin untuk duduk di bangku kuliah di kampus kebanggaan orang Bandung itu.
Setahun berlalu, aku menjalani masa SMA dengan ritme yang terbilang sulit. Lantaran niat belajar di jenjang ini tergerus oleh cinta dan asmara yang membutakan segalanya. Belajar tidak bisa fokus hingga tugas-tugas sekolahpun tak dapat dikerjakan dengan mulus.
Hari-hariku yang tidak wajar ini terus berjalan bagaikan lingkaran setan yang tak mau putus. Aku baru sadar saat ini betapa buruknya hari yang aku lalui saat itu. Lalu ketika seleksi SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) telah dibuka, nilai semester satu hingga lima tidak menunjukan bahwa aku telah sungguh-sungguh menghabiskan waktu di SMA untuk belajar. Nilainya tidak memuaskan.
Alhasil, pilihan untuk kuliah terasa berat karena nilaiku dan target nilai di ITB tidak sebanding. Aku merasa mimpiku mustahil bisa diwujudkan. Akhirnya, pilihan jatuh pada kampus selain ITB karena memang nilaiku tak cukup.
Setelah hari itu, aku bertekat menjauhi wanita dan memilih fokus mengejar ITB lagi di SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi negeri). Tekadku teras begitu kuat serta semangat yang pernah terpendam kuikrarkan kembali.
Namun lagi-lagi di penghujung jalan takdir berkata lain. Aku tidak diterima di kampus manapun dan hanya diterima di kampus swasta.
Aku tidak menyerah dengan keadaan, aku memutuskan mengambil jalan “gap year” pada SBMPTN tahun depannya. Ini adalah pilihan terakhir agar aku bisa belajar di kampus impian. Hariku menjadi semakin berat, cemoohan, direndahkan dan penghinaan datang bertubi-tubi.
Ingin rasanya aku menyerah pada keadaan dan mengubur mimpi, namun tekad dan semangat tetap membawaku untuk terus maju melangkah. Tibalah hari itu, di mana aku harus menerima bahwa mimpi tak harus sama dengan ekspektasi.
Perjuanganku setahun tidak bisa mengantarkanku ke gerbang ganesha. Pada lembar pengumuman aku diterima di Fisika IPB, bukan ITB.
Dengan hati berat aku terima semua kenyataan ini, tanpa kusadari aku telah menemukan “Oase” di sini, di kampus IPB. Aku memulai semuanya dengan membangkitkan semangat juang yang tinggi dan tekad dalam diri.
Aku gantungkan harapan yang tinggi di kampus Pertanian ini, agar kelak apa yang kutargetkan bisa tercapai. Inilah aku Alfian Herdiyanto mahasiswa Fisika Institut Pertanian Bogor (IPB). Semoga aku bisa menjadi harapan untuk kemajuan bangsa ini suat saat nanti.