MALANG, Tugujatim.id – Melakukan pinjaman secara online menjadi salah satu cara efektif bagi beberapa orang ketika membutuhkan biaya untuk modal usaha. Namun tak jarang banyak pinjaman online yang justru membuat peminjamnya merasa dirugikan.
Untuk itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang berkolaborasi dengan Tugu Media Grup, kembali menggelar webinar series literasi keuangan ke-6 dengan tema fintech P2P Landing “Tangguh Bangsaku, Tumbuh Literasi Keuanganku” secara virtual pada Kamis (12/08/2021), yang diikuti oleh lebih dari 100 peserta.
Kepala Bagian Pasar Modal EPK dan IKNB OJK, Doni Eko Arifyanto, mengatakan, pemanfaatan penggunaan mobile internet, mengakiatkan pertumbuhan fintech sebagai solusi alernatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap layanan jasa keuangan, dengan berbekal ide kreatif maupun informasi teknologi, fintech menawarkan pilihan baru bagi konsumen untuk melakukan aktivitas peminjaman dana, pembayaran, intermediasi dana, maupun ivestasi.
Also Read
“Fintech ini bisa menjadi jembatan kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan pembiayaan terutama disektor informal dan UMKM, terutama bagi mereka yang kesulitan mendapatkan pinjaman dari sektor perbankan,” katanya.
Lanjut Doni Eko, sejak OJK mengeluarkan aturan mengenai fintech sesuai dengan POJK nomor 77 tahun 2016, samapi saat ini OJK mencatat terdapat 121 Fintech P2P Landing yang stastusnya terdaftar dan berizin di OJK.
“Berdasarkan data dari OJK, kepercayaan masyarakat untuk menggunakan Fintech P2P Landing memperlihatkan tren positif, sampai dengan Mei 2021, outstanding pembiayaan tercacat sebesar 21,75 triliun atau meningkat 69,06 persen,” ungkap Doni.
Namun, menurutnya, layanan fintech sempat menjadi sorotan seiring banyaknya laporan dari konsumen yang terjerat pinjaman online ilegal. Seperti yang terjadi di wilayah OJK malang, pihaknya menerima 7-10 pengaduan setiap harinya, baik melalui media surat, telepon, maupun langsung ke kantir OJK.
Dengan maraknya keberadaan fintech yang semakin lama semakin menjamur, serta kemudahan meminjam dana secara online, masyarakat harus semakin berhati-hati terhadap fintech ilegal.
Untuk, dia menyarankan, sebelum melakukan traksaksi, masyarakat diharap memastikan legalitas dari penyedia jasa tersebut.
Beda Pinjaman Online Legal dan Ilegal

Analis Senior Deputi Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech OJK, Tomi Joko Irianto saat memberikan materi dalam webinar series literasi keuangan ke-6 dengan tema fintech P2P Landing “Tangguh Bangsaku, Tumbuh Literasi Keuanganku” secara virtual pada Kamis (12/08/2021). (Foto: Dokumen/Tugu Malang/Tugu Jatim)
Sementara itu, Analis Senior Deputi Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech OJK, Tomi Joko Irianto mengatakan, adanya pinjaman online ilegal dipicu dari adanya kemudahan, kecepatan yang diberikan oleh fintech peer to peer landing yang tidak dicermati oleh pihak peminjam.
“Karena sudah gelap mata, yang dilihat hanya angkanya saja, tidak dilihat bunganya, padahal dalam di dalam perjanjian sudah di atur mengenai pokok, bunga jangka waktu, denda,” katanya.
Menurutnya, hal ini perlu diperhatikan, karena di dalam perjanjian peminjaman online sudah diatur hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak, baik yang meminjamkan atau yang menerima pinjaman.
Begitupun dengan bunga, kata dia, yang boleh dibebankan oleh peminjam untuk sektor konsumtif bunga itu tidak boleh dari 0,8 persen, sama halnya dengan denda keterlambatan tidak boleh lebih dari 0,8 persen.
“Kadang-kadang ini konsumen tidak paham, beberapa kasus bahwa orang meminjam 2 juta jadi 24 juta, yang seperti itu dipastikan mereka meminjam di platform yang ilegal,” ujar Tomi.
Kemudian aplikasi pinjaman online yang sudah tercatat di OJK hanya meminta akses kamera, mikrofon, dan lokasi. Jadi selain itu, kata Tomi, kalau ada pinjaman online yang ingin mengakses kontak, galeri, atau yang lainnya, itu dipastikan platform ilegal.
“Makanya tidak heran kalau di antara kita, pernah ada yang dapat SMS misalnya, tolong sampaikan ke si A minjam di platform saya belum bayar, tolong bilang kalau jangan kabur,” tuturnya.
Dia juga mengatakan, uang yang berikan kepada peminjam harus sudah tersalurkan selama dua hari, lebih dari itu uang tersebut akan kembali kepada pemberi pinjaman. Begitupun dengan peminjam ketika mengembalikan pinjaman, yaitu maksimal satu hari sudah tersalurkan kepada pemberi pinjaman.
Selanjutnya, peminjam harus memperhatikan tingkat keberhasilan bayar (TKB90), yaitu ukuran tingkat keberhasilan penyelenggara fintech-peer-to-peer (P2P) lending dalam menfasilitasi penyelesaian kewajiban pinjam meminjam dalam jangka waktu sampai dengan 90 hari terhitung sejak jatuh tempo.
Selain itu, di dalam peraturan AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia), penagihan tidak boleh dengan cara-cara meneror, dengan waktu penagihan juga ditentukan, tenaga penagihnya juga harus lulus sertifikasi yang dilakukan oleh AFPI.
“Jadi kalau ada yang menagih dengan cara mengancam, meneror dan mengeluarkan kata-kata kasar, dipastikan itu adalah penagihan yang dilakukan oleh platform ilegal,” pungkas Tomi.