MALANG, Tugujatim.id – Kamu mungkin kerap mendengar istilah psikopat dalam kehidupan sehari-hari. Istilah ini sering digunakan, terutama pada media hiburan. Namun, apa saja sih gejala psikopat yang bisa kamu deteksi di sekitarmu.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang (UM) Farah Farida Tantiani SPsi MPsi Psikolog menjelaskan, dalam ilmu psikologi, ada yang namanya gangguan kepribadian atau personality disorder di Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), published by the American Psychiatric Association atau buku panduan untuk menegakkan diagnosis gangguan kejiwaan yang sekarang digunakan di dunia.
Farah menambahkan, seseorang dikatakan menderita gangguan kepribadian atau memiliki gejala psikopat ketika menampilkan pola persepsi dan relasi dengan mahluk hidup yang dapat dikategorikan kaku dan maladaptif.
Baca Juga: 11 Rekomendasi Drama Korea Terbaru Netflix 2024, Siap Temani Kamu Weekend Seru dan Mendebarkan
“Pola kaku dan maladaptif ini berlaku di semua bidang kehidupannya seperti ketika berhubungan dengan orang lain, di bidang pekerjaan, serta dalam kehidupan pribadinya,” ujarnya.
Pola ini, dia melanjutkan, tidak serta merta hadir begitu saja. Namun dapat dilacak, terutama sejak tumbuh remaja. Di antaranya, bisa terlihat pada pola berpikirnya, kontrol impuls-impulsnya, serta terkait dengan hubungan interpersonalnya.
“Salah satu bentuk gangguan kepribadian ini ada yang dikenal dengan istilah Anti Social Personality Disorder (ASPD). Istilah lain mengenai ASDP inilah yang sering disebut sebagai psychopathy, sociopathy atau dissocial personality disorder,” imbuh Farah.
Dia menjelaskan, individu ASPD ini secara kronis sering kali mengabaikan dan melanggar hak-hak orang lain dan tidak mau mengikuti atau bertindak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Mereka biasanya kerap terlibat penipuan atau deceit dan menampilkan perilaku yang manipulatif. Hal ini cenderung membuatnya sulit memiliki hubungan interpersonal yang kondusif.
Selain itu, tidak amanah sebagai teman, berkhianat sebagai pasangan atau rekan kerja, serta tidak peduli pada anak jika memiliki anak.
Perilaku ini bisa sudah terlihat sejak dia berusia remaja dengan perilaku yang merugikan orang lain maupun dirinya sendiri, bahkan mungkin sering terlibat perilaku yang melanggar hukum. Perilaku tersebut dapat berupa terlibat pertengkaran, berbohong, atau menipu sampai terlibat perilaku kriminal yang melanggar hukum.
Jika tertangkap atau ketahuan, biasanya mereka tidak dapat menunjukkan perubahan perilaku menyesal atau perubahan ke arah yang positif, bahkan tidak merasa bahwa apa yang mereka lakukan salah. Hal ini juga menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam mengembangkan empati kepada orang lain.
“Dalam kriteria pada DSM-5 juga dinyatakan secara spesifik bahwa untuk dapat mendiagnosis ASPD, individu tersebut memiliki riwayat sebelum usianya 15 tahun sering kali terlibat dalam perilaku seperti merusak properti/barang, pelanggaran-pelanggaran peraturan dengan serius serta menunjukkan perilaku agresif terhadap orang atau hewan,” ungkapnya.
Persoalan tersebut lantas berlanjut dengan kebiasaan berbohong, menipu, atau memanipulasi peristiwa atau perilaku untuk keuntungan dirinya sendiri, sering kali terlibat pertengkaran atau menghina hingga melecehkan orang lain.
Ketika merancang aktivitas, mereka lebih menggunakan pertimbangan suasana hati mereka bukan baik-buruknya suatu kegiatan tersebut sehingga membuat mereka tidak bertanggung jawab terhadap semua aktivitasnya.
Tapi, tidak semua anak yang memiliki gejala psikopat menunjukkan perilaku tersebut. Mereka juga akan menampilkan perilaku berkelanjutan ketika memasuki masa dewasa.
Karena itu, untuk dapat menegakkan diagnosis ASPD pada seseorang baru dapat dilakukan apabila individu tersebut telah berusia 18 tahun dan memiliki riwayat perilaku yang disebutkan di atas sejak usianya sebelum 15 tahun.
“Jadi ASPD ini tidak mungkin tiba-tiba hadir ketika seseorang sudah dewasa. Yang dapat menilai seseorang ASPD atau bukan adalah profesional yakni psikiater, yang mana untuk dapat menegakkan diagnosis ASPD dia memerlukan data yang komprehensif tentang riwayat individu tersebut,” ujarnya.
Writer: Feni Yusnia
Editor: Dwi Lindawati