Oleh: Nur Anisa*
Tugujatim.id – Dakwah hakikatnya mengaktualisasikan nilai-nilai dan ajaran Islam kedalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam ringkup pribadi, keluarga dan masyarakat sehingga terwujudnya khairu ummah yang sejahtera lahir batin, bahagia dunia dan akhirat.
Dakwah di era modern saat ini harus tanggap terhadap perubahan di dalam masyarakat dari berbagai bidang. Masyarakat atau seorang perempuan yang sebagai perempuan ativis menjadi semacam universitas terbuka yang selalu siap menerima berbagai budaya baru dalam sekala relatif yang terbatas.
Dinamika masyarakat dapat dilihat dari kecenderungan rasionalisasi yang melahirkan kalkulasi pada segala relung kehidupan sebagai bagian internal modernisasi bangsa.
Kondisi tersebut ditambah dengan perkembangan ilmu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berjalan sangat cepat menuntut adanya penyelarasan dan penyesuaian media dakwah sebagai salah satu komponen dalam metode dakwah.
Ledakan informasi dan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang itu tidak boleh dibiarkan lewat begitu saja. Namun, harus berusaha mencegah dan mengantisipasi dengan memperkuat benteng pertahanan akidah yang terpadukan ilmu dan teknologi.
Sebab jika tidak, maka gilirannya akan membuat langkah-langkah dakwah semkain tumpul tidak berdaya. Oleh karena itu, seorang perempuan aktivis dituntut dapat menggunakan teknologi tersebut sebagai media penyampaian dakwah. Atau, meluruskan stigma-stigma tentang Islam yang sudah dibangun oleh para penguasa teknologi yang anti silam kepada masyarakat jangkauannya sangat luas.
Dalam bidang pendidikan terutama dalam lingkungan Jawa kaum perempuan itu dianggap makhluk kedua. Mereka tidak akan mengikuti pendidikan formal, perempuan juga tidak boleh keluar rumah kecuali ada urusan penting dan mendesak.
Dengan adanya tekanan-tekanan pada kaum perempuan tersebut kita harus bisa menyuarakan nasib kita dengan adanya kesetaraan gender. Ini yang harus ditegakkan karena perempuan dan laki-laki mempunya peran dan tanggung jawab yang sama.
Seorang perempuan harus bisa memberanikan diri dalam menyuarakan hak-hak kita yang sama dengan laki-laki dengan ada gender quality kita bisa saling belajar dan mengajarkan antar sesama perempuan atau laki-laki dalam lingkungan kita dengan itu kita termasuk sudah melakukan penegakkan kesetaraan gender.
Dengan adanya organisasi kita sebagai perempuan lebih mudah mengaktualisasikan diri kita kedepan publik dengan norma-norma yang berlaku. Islam tidak pernah menjadikan perempuan sebagai makhluk nomor dua setelah laki-laki.
Masalah perkara domestik muncul akibat kurangnya pemahaman masyarakat muslim nusantara terhadap ajaran Islam yang murni. Dalam alquran yang membedakan manusia hanyalah takwanya bukan karena dia laki-laki dan perempuan jadi bisa diambil kesimpulan bahwa kesetaraan gender sudah diajarkan dalam Islam.
Saat seorang perempuan menjadi aktivis dia juga mempunyai posisi yang penting dalam keluarga. Merekalah yang mendidik dan merawat anaknya sehingga seorang anak lebih dekat dengan ibunya dibanding dengan bapaknya.
Untuk itu seorang perempuan mengajak dan mengorganisir perempuan khusunya yang muda untuk ikut berorganisasi dan diberi pelajaran keislaman. Yang nanti nya bisa disalurkan terhadap keluarga dan masyarakat di sekitarnya dan bisa menghadapi zaman yang akan datang dengan bekal yang kita dapat alam berorganisasi dan menuaikan hal-hal yang positif.
*Penulis adalah kader PMII Kota Malang