Beberapa hari terakhir kata anjay menjadi hal paling diperbincangkan di media sosial, khususnya Twitter, Instagram, dan Facebook. Tagar anjay (#anjay) pun terus bertengger di trending topic Twitter. Bahkan Komnas PA pun sampai ikut-ikut turun tangan untuk melarang penggunaan kata ini.
Di balik ramainya perbincangan kata anjay tersebut, terdapat ‘aktor’ yang mempelopori polemik dan kekisruhan penggunaan kata yang biasa digunakan oleh anak ibukota ini. Aktor tersebut adalah seorang YouTuber bernama Lutfi Agizal.
Ya, kata anjay tersebut menjadi ramai diketahui bermula dari unggahan konten YouTube seorang aktor sekaligus Youtuber bernama Lutfi Agizal. Pada konten tersebut ia berdiskusi dengan seorang ahli bahasa terkait asal muasal dan penggunaan kata anjay.
Tidak lama setelahnya, Lutfi mengadukan kata anjay ini kepada Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), karena ia meyakini bahwa kata anjay dapat merusak moral bangsa khususnya generasi muda.
Baca Juga: Majalah Charlie Hebdo Bakal Terbitkan Kembali Kartun Nabi Muhammad
Aduan terkait kata anjay dari Lutfi Agizal pun dibalas oleh Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA), namun perlu diketahui bersama bahwa KPAI dan Komnas PA merupakan dua instansi yang berbeda, meskipun keduanya bergerak di bidang yang sama. KPAI merupakan lembaga negara yang diketuai oleh Dr.Susanto, MA.,. sedangkan Komnas PA merupakan lembaga independen yang diketuai oleh Arist Merdeka Sirait.
Gunakan Kata Anjay, Bisa Kena Pidana
Pada surat edaran yang dikeluarkan oleh Komnas PA, kata anjay harus dilihat dari berbagai sudut pandang, tempat, dan makna. Apabila kata anjay digunakan dengan maksud untuk merendahkan dan mengandung unsur kekerasan atau bullying, pengguna kata tersebut dapat dikenakan pidana sesuai UU RI No.35 Tahun 2014.
Pers rilis yang dikeluarkan oleh Komnas PA inipun mendapat reaksi dari masyarakat luas. Mereka menyoroti perihal pidana yang akan menjerat para pengguna dan penggunaan kata ini bisa dikategorikan dalam kekerasan maupun bullying.
Mereka juga menyayangkan kinerja Komnas PA yang malah mengurusi permasalan kata anjay. Seharusnya Komnas PA bisa lebih fokus menyelesaikan permasalahan anak-anak yang lebih penting dan mendesak, misalnya seperti eksploitasi anak, tayangan atau tontonan ramah anak, pemerkosaan, serta dampak pembelajaran daring bagi anak.
Selain itu, apabila kata ini dianggap mengandung unsur kekerasan dan dapat merusak moral bangsa, mengapa kata-kata kasar lainnya tidak dilarang?. Misalnya seperti anj*ng, anj*r, bgst, dan lain sebagainya.
Sesuai Kaidah Penulisan Bahasa Indonesia
Apabila ditelisik lebih lanjut, kata anjay tidak terdapat di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dengan demikian kata ini bukan merupakan kata baku. Kapan dan siapa yang pertama kali menggunakan dan memopulerkan kata inipun masih belum diketahui.
Meskipun demikian ada juga yang menganggap bahwa kata dasarnya berasal dari kata anjing. Kata tersebut diganti dengan kata anjay dengan tujuan agar lebih halus dan tidak menyinggung atau menyakiti orang lain.
Selain itu sebagian besar juga memercayai bahwa kata anjay adalah bahasa gaul (slang) yang digunakan oleh anak-anak muda dengan teman seusianya. Kata ini digunakan atau diaplikasikan untuk mengungkapkan kekaguman terhadap suatu hal.
Baca Juga: Ajukan Hengkang dari Klub, Lionel Messi Masih Ada di Grup WhatsApp Barcelona
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Endang Aminudin Aziz turut memberikan tanggapan terkait polemik kata anjay. Ia mengatakan bahwa dalam ilmu linguistik penggunaan kata harus dilihat dan ditinjau dari berbagai aspek, misalnya morfologis, semantik, dan pragmatik.
Misalnya apabila dilihat dari morfologis, kita harus meninjau dari mana asal kata anjay tersebut. Kemudian apabila dilihat dari semantik, kita harus melihat apakah makna tersebut sesuai dengan makna kata itu sendiri. Lalu apabila dilihat dari pragmatik, kita harus melihat kata tersebut sesuai konteks penggunaannya. Pragmatik ini harus dimaknai sebagai makna ketika siapa yang berbicara dan diajak bicara serta bagaimana situasi dan kondisi saat itu. Jadi apabila ingin mengkaji sebuah kata harus berdarkan sudut pandang dan ilmu yang tepat.
Penulis: Sindy Lianawati
Editor: Gigih Mazda