SURABAYA, Tugujatim.id – Upaya pemerintah untuk menekan angka penularan virus corona atau COVID-19 dengan cara Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarkat (PPKM) di Jawa-Bali dinilai masih tidak efektif. Hal tersebut ditengarai lantaran banyaknya masyarakat yang tidak patuh protokol kesehatan dan juga upaya pemerintah yang masih rendah. Utamanya di bidang testing dan tracing.
Hal tersebut disampaikan oleh Epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair), dr Windhu Purnomo. Bahkan, ia menyatakan bahwa PPKM yang dijadwalkan dari 11-25 Februari itu tidak efektif seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Nggak efektif. Bandingkan dengan PSBB dulu. Surabaya Raya dan Malang Raya waktu PSBB itu cukup ketat, artinya aktivitas yang non esensial nggak boleh jalan. Yang boleh jalan yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat, kesehatan, dan lain-lain,” kata dr Windhu ketika dihubungi Basra, partner Tugu Jatim, Kamis (21/1/2021).
Also Read
Sebagai informasi, melansir data dari lama http://www.infocovid19.jatimprov.go.id/, per tanggal 20 Januari 2021, angka kasus COVID-19 di Jawa Timur bertambah 955 orang. Total kasus COVID-19 terkonfirmasi di Jatim ada 102.152 kasus.
Menurutnya, PKKM yang berlaku kali ini lebih longgar lantaran kegiatan non esensial tetap boleh jalan meskipun ada batasan.
Selain itu, ia mengungkapkan jika pembatasan bernama PPKM ini substansinya nyaris tidak sama dengan namanya.
“Jadi yang dulu lebih ketat saja kurang efektif hanya ngerem sedikit apalagi sekarang. Sekarang tertutup dengan berita vaksin, jadi orang nggak ngereken (menghiraukan). Dulu juga sweeping masih ketat, sekarang hanya sesekali. Kita ini hanya pasang nama aja, kalau sudah melakukan pembatasan tapi substansinya nyaris tidak sama dengan namanya,” ungkapnya.
Masyarakat Tak Disiplin Protokol Kesehatan
Ia menuturkan, bertambahnya angka kasus COVID-19 di Jatim juga dipengaruhi oleh tingkat kedisiplinan masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan yang mulai melorot.
“Pakai masker, jaga jarak juga kan melorot. Dulu masih lumayan 75 persen, sekarang hanya 50 persen masyarakat yang masih disiplin prokes,” lanjut Epidemiolog Unair tersebut.
Untuk itu, ia mengimbau pemerintah untuk melakukan pembatasan pergerakan keluar masuk masyarakat. Karena menurutnya, virus itu hanya mungkin bisa kita putus rantai penularannya kalau ada pembatasan pergerakan betul dan pembatasan interaksi.
“Jangan hanya nama aja, kalau nggak sungguh-sungguh lebih baik nggak ada PSBB atau PPKM. Yang lebih penting cari kasus sebanyak mungkin itu tugas pemerintah. Testing dan tracing kita sekarang lemah. Sehingga kasus di bawah permukaan nular terus,” pungkasnya. (Amm/Basra/gg)
Sumber Artikel: Berita Anak Surabaya