LUMAJANG, Tugujatim.id – Para korban erupsi Gunung Semeru tinggal satu atap dalam pengungsian. Salah satunya Jinta (36), warga Dusun Sumbersari, Kampung Umbulan, Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Dia tinggal bersama 40 orang pengungsi lainnya sejak Sabtu (4/12/2021) lalu.
Dalam pengungsian ini, dia merasakan betapa tidak nyamannya jadi pengungsi. Tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, lantaran rumahnya ambrol dihantam oleh guguran debu vulkanik erupsi Semeru.
“Mau gimana lagi, harus betah betahin tinggal di pengungsian bersama 40 warga lain. Rumah saya sudah ambrol, sudah gak punya rumah lagi,” ujar Jinta saat ditemui di Posko Pengungsian SD Supit Urang 4, Senin (6/12/2021).
Kondisi yang sudah tidak punya apa-apa ini, membuat dia siap jika pemerintah melakukan relokasi terhadap rumah warga terdampak. Dia mengaku trauma kembali kerumahnya usai letusan Semeru.
“Kalau ada relokasi saya mau, saya gak berani kembali ke rumah. Rumah saya menghadap langsung ke arah Gunung Semeru. Dulu, lahar dingin sebelumnya gak sampai seperti ini,” ucapnya.
Saat erupsi terjadi, dia sedang memasak. Lantas dia mendengar teriakan warga bahwa ada lava datang. Kemudian dia segera menarik anak dan ibunya yang sudah tua.
“Kami segera melarikan diri. Namun saat keluar rumah, di luar sudah gelap gulita. Awan tertutup kepulan Gunung Semeru. Jadi gelap seperti malam hari, padahal masih sore,” bebernya.
Jinta mengatakan bahwa rombongannya adalah rombongan pengungsi terakhir yang datang di posko pengungsian itu. Namun rombongannya mendapat tumpangan mengungsi di rumah warga yang tak ditinggali atau rumah kosong.
“Ini kita tidur dengan alas karpet seadanya. Ya tidur bareng-bareng gitu. Kalau malam susah tidur. Signal tak ada, lampu kadang kedip kedip. Di sini listriknya pakai disel,” paparnya.