MOJOKERTO, Tugujatim.id – Aura mistis yang kental bakal pengunjung rasakan saat memasuki Gua Gembyang Mojokerto. Gua eksotis di kawasan Desa Kuripansari, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, ini memang memiliki daya pikat tersendiri. Meski nuansa mistis begitu kental terasa, tapi gua ini pun tidak pernah sepi pengunjung untuk melakukan berbagai ritual.
Lokasinya yang berada di Lereng Gunung Welirang dan Gunung Penanggungan, gua ini terletak di ketinggian 600 mdpl. Kondisi geografis itu membuat Gua Gembyang menjadi salah satu spot petualangan yang patut untuk disinggahi saat mendatangi Mojokerto.

Sabar Supardi, penjaga Gua Gembyang Mojokerto, saat ditemui Tugu Jatim, menjelaskan soal nuansa mistis itu. Dia mengatakan, Gua Gembyang sebenarnya gua yang sudah dijaga keluarganya secara turun temurun. Awalnya gua itu dibuat untuk tempat berteduh di masa lalu.
“Gua ini memang sudah dijaga turun temurun. Saya generasi ke-12 yang sekarang menjaganya. Tidak ada apa-apa di sini,” kata Sabar, sapaan Sabar Supardi, saat diwawancarai pada Senin (06/02/2023).
Dia mengatakan, pengunjung bisa melihat ada tiga lubang gua. Untuk gua di tengah menembus sisi kanan gua yang lebih kecil. Lalu di sebelah kiri, ada gua kecil yang tidak sedalam gua-gua lainnya.
Sejarah dan Asal Mula Nama Gua Gembyang Mojokerto
Sabar menjelaskan, asal mula nama Gua Gembyang diambil dari nama Dusun Gembyang, Desa Kuripansari, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Dia mengatakan, dulu kawasan gua secara administratif masuk dalam kawasan Dusun Gembyang.
“Yang tengah besar itu gua utama. Untuk yang lainnya ada yang tembus, di sisi kiri tidak tembus,” tambah pria kelahiran Kandangan, Kuripansari, Pacet, itu.
Akses awal masuk Gua Gembyang Mojokerto memang belum mulus. Jalanan bebatuan banyak dijumpai mulai gerbang utama hingga Gua Gembyang. Setelah melewati jalan bebatuan, pengunjung akan menjumpai makam keluarga di depan musala.
Terkait hal mistis di sana, Sabar membantah kalau Gua Gembyang dijadikan tempat bertapa seorang raja di masa lalu. Namun, dia tidak menampik bila ada orang datang ke gua dengan berbagai maksud. Mulai dari meminta kemudahan rezeki, keperluan pribadi, maupun ritual lainnya.
“Semua bebas ke sini asal tidak membikin keonaran. Mau berkunjung, monggo. Mau bakar dupa atau menyan, ya silakan,” sambung Sabar.

Namun, Sabar mengingatkan agar pengunjung berlaku sopan ketika masuk gua. Ada kepercayaan yang beredar bila masuk gua membikin keramaian atau keonaran, orang yang keluar bisa “gila” atau rezekinya bakal seret.
“Saya hanya mengingatkan, jangan membuat gaduh. Jadi dijaga betul-betul. Karena kalau buat ramai-ramai tidak jelas, bila sudah keluar dari gua kalau tidak gila, ya rezekinya seret,” tegas pensiunan PNS itu.
Sabar menambahkan, kakek buyutnya memberi tirai putih sebagai penanda agar gua tidak disalahgunakan dengan kegiatan sembarangan. Sabar dulu pernah marah kepada pengunjung karena melakukan ritual menarik barang gaib. Dia pun tidak habis pikir sebenarnya gua itu perlu dijaga kelestariannya dan tidak perlu melakukan hal-hal di luar nalar manusia.
“Pernah ada yang bikin ritual, Mas. Awalnya saya biarkan. Pas kedua kali, saya marahi karena gua itu nggak butuh ritual kayak gitu. Kami jaga saja bersama,” tegas Sabar.
Untuk menjaga kelestariannya, Sabar tidak menerima aliran listrik. Dia tetap kukuh dengan alat seadanya ketika tinggal dan menjaga Gua Gembyang Mojokerto.