MALANG, Tugujatim.id – Museum Brawijaya yang berada di Kecamatan Klojen, Kota Malang memiliki sejarah perjuangan yang penting bagi bangsa Indonesia. Di tempat ini terdapat berbagai macam senjata perang dan benda-benda milik para pejuang di zaman dulu. Semua alat itu tersimpan rapi sehingga bisa menjadi edukasi bagi kaum milenial saat ini.
Letda Arh. Supriono, Kepala Museum Brawijaya, menyampaikan senjata paling lama yang berada di Museum itu berupa peralatan dari Jenderal Sudirman ketika datang ke Malang untuk melakukan kunjungan dan melihat kondisi para laskar yang berada di daerah Jawa Timur.
“Ada berbagai macam senjata mulai dari samurai, ada juga baju-baju yang digunakan beliau (Jenderal Sudirman) kemudian fasilitas tempat beristirahat,” ucapnya ketika ditemui di tempat kerjanya, Senin, (7/2/2022).
Selain itu, di Museum Brawijaya juga menyimpan barang rampasan Agresi Militer II pada tahun 1948, termasuk sofa yang dijadikan sebagai tempat perundingan ketika Perjanjian Renville.

Kemudian, tepat di pinggir Jalan Raya Ijen Kota Malang, terdapat senjata penangkis serangan udara tank yang digunakan Jepang dan Meriam Si Buang pada tahun 1947 yang digunakan tentara pelajar di Indonesia tepatnya di Jalan Salak.
Letda Supriono menlanjutkan terdapat 1.230 peralatan yang dijadikan koleksi di Museum Brawijaya, yang merupakan alat pribadi para pejuang dan pejabat zaman dulu serta pemberian keluarga sebagai wujud penyerahan.
Penempatan alat yang berada di Museum Brawijaya ini dibagi menjadi dua bagian. Ruang pamer satu berisikan peralatan dari tahun 1945-1948 sebagai sejarah pada zaman perjuangan. Sedangkan, ruang pamer dua berisikan peralatan mulai dari tahun 1950-sekarang yang merupakan zaman kemerdekaan.
“Untuk penempatan alat memang tidak bisa sembarangan, karena berkaitan dengan sejarah seperti ruang pamer dua yang menceritakan pasukan kodam V ketika melaksanakan penugasan dan di mana penugasannya termasuk penumpasan PKI tahun 1967-1968 di Blitar selatan,” tuturnya.
Museum Brawijaya dikelola oleh Kodam V sendiri yang peralatannya selalu dibersihkan secara berkala dengan menggunakan anggaran yang berasal dari pemerintah dan dana yang ada.
Pengunjung di Museum Brawijaya rata-rata berasal dari kalangan pelajar maupun mahasiswa yang bertujuan untuk mempelajari sejarah dari masa penjajahan, perjuangan, hingga kemerdekaan.
Letda Supriono menambahkan di saat pandemi Museum Brawijaya memberikan kapasitas 100 orang untuk berkunjung ke tempat itu.
“Tentunya kita juga menerapkan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah dan jika ada pengunjung yang melebihi 100 orang maka akan dibagi dua yaitu pagi dan siang sehingga tidak melebihi kapasitas yang telah kami tentukan,” tutupnya.