PASURUAN, Tugujatim.id – Sidang lanjutan kasus dugaan tambang ilegal di Gempol, Kabupaten Pasuruan, kembali digelar PN Bangil pada Senin (31/10/2022). Dalam agenda sidang kali ini, majelis hakim menghadirkan terdakwa bos tambang Andreas Tanudjaja untuk ikut melakukan pembuktian di lokasi diduga tambang ilegal di Dusun Jurangpelen, Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan.
Sidang pembuktian dugaan kasus tambang ilegal di Gempol kali ini diikuti lima jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan dan enam saksi. Di antaranya, Kepala Desa Bulusari Siti Nur Hayati, Kepala DLH Heru Farianto, mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Eddy Supriyanto, sejumlah petugas BPN, dan Satpol PP Kabupaten Pasuruan.
Berdasarkan keterangan yang diberikan para saksi menguatkan dugaan bahwa PT Tedja Sekawan (TS) dan PT Prawira Tata Partama (PTP) yang dinaungi terdakwa Andreas Tanudjaja tidak mempunyai izin tambang pasir dan batu. Sepengetahuan Kades Bulusari Siti Nur Hayati, aktivitas pertambangan pasir dan batu (sirtu) di desanya diduga sudah terjadi sejak 2017.
Also Read
“Kondisinya dulu masih bukit. Semenjak jadi galian tambang, kondisinya jadi berlubang hingga sedalam 25 meter,” ujar Hayati.

Namun, menurut Hayati, dua anak buah terdakwa Andreas Tanudjaja, yakni terdakwa almarhum Stevanus dan Samut baru menemuinya untuk meminta izin pada 2020. Dia melanjutkan, izin yang dimintakan bukan terkait tambang sirtu, tapi izin membangun perumahan prajurit TNI.
“Pas awal saya menjabat kades, datang dua orang mau izin bangun perumahan prajurit sebanyak 500 unit, tapi sampai sekarang cuma dibangun 3-4 unit,” ungkapnya.
Dia juga membenarkan ada tiga area yang dijadikan galian tambang di lahan seluas 50 hektare tersebut.
Menurut dia, alat berat jenis ekskavator dan dump truck sering mondar-mandir di lokasi tambang untuk mengangkut galian pasir dan batu. Namun, ketika dia menanyakan surat-surat perizinan, dua orang suruhan terdakwa Andreas Tanudjaja ini berkilah kalau izinnya sedang dalam proses.
“Terkait izin perumahan, dua orang suruhan terdakwa ini jawabnya masih tahap proses,” imbuhnya.
Sementara itu, Eddy Supriyanto, mantan Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Pasuruan, mengatakan, PT Tedja Sekawan sempat memiliki izin melakukan galian tambang pada 1996. Namun, izin tersebut dicabut pada 1999 karena PT Tedja Sekawan diduga tidak melakukan reklamasi.
“Masa izinnya tiga tahun. Setelah itu, Pemkab Pasuruan tidak mengeluarkan izin lagi. Karena si penambang tidak melakukan kewajibannya untuk reklamasi bekas tambang,” ungkapnya.
Sedangkan untuk PT Prawira Tata Partama (PTP) diduga tidak pernah mendapat izin dari Pemerintah Kabupaten Pasuruan. Jadi, dari keterangan para saksi menguat dugaan bahwa aktivitas pertambangan di Dusun Jurang Peleng Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, ini sebagai tambang ilegal.
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Ahmad Suhelnajir menegaskan sesuai aturan peruntukannya, lahan seluas 50 hektare tersebut seharusnya digunakan sebagai lahan pertanian kering.
“Bukan diperuntukkan sebagai perumahan, apalagi tambang,” tegasnya.
Setelah melakukan pembuktian di lokasi diduga tambang ilegal di Gempol, terdakwa Andreas Tanudjaja beserta JPU dan saksi kembali ke PN Bangil untuk melanjutkan sidang pembuktian saksi. Untuk agenda sidang selanjutnya akan dilakukan selama dua kali seminggu.