TUBAN, Tugujatim.id – Lazim sumber air di sekitar pantai yang terasa asin, Sumur Srumbung mengeluarkan air tawar meski berada di dekat Pantai Utara (Pantura) Palau Jawa. Sumur tersebut merupakan peninggalan dari Sunan Bonang, salah satu Walisongo sebagai penyebarkan Islam di Tuban dan sekitarnya.
Lokasi sumur tepatnya berada di Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban dan berjarak sekitar 500 Meter dari komplek makam Sunan Bonang. Keberadaan air Sumur Srumbung yang tawar dan menyegarkan menjadi fenomena dan misteri alam selama berabad-abad.

Legenda lokal menuturkan, Sunan Bonang memiliki keterlibatan langsung dalam pembuatan sumur tersebut dimana kala itu seorang pendeta Brahmana asal India bernama Sakyakirti yang hendak menemuinya ingin beradu kesaktian. Sakyakirti pun datang menemui Sunan Bonang yang memiliki nama Syekh Maulana Makhdum Ibrahim itu.
“Jadi pendeta itu, mendengar kalau ada orang dari timur yang memiliki kesaktian luar biasa,” kata Hidayaturrohman, Pengurus Yayasan Mabarot Makam Sunan Bonang, di Tuban.
Pendeta tersebut berlayar dengan beberapa muridnya dan membawa perbekalan beserta kitab yang akan digunakan beradu kesaktian dan wawasan. Namun, sialnya sesampainya di perairan Tuban, kapal yang ditumpanginya dihantam badai besar.
Gelombang ombak besar menggulung kapal, sehingga seluruh barang di dalamnya tenggelam ke dasar laut. Namun beruntung, pendeta brahmana tersebut selamat dan terdampar bibir pantai Tuban.
Karena perbekalan dan kitab-kitab yang dibawa musnah ditelan laut, Brahmana ini mengurungkan niatnya berjumpa dengan wali yang juga putra Sunan Ampel ini. Tanpa disangka-sangka, Sakyakirti pun bertemu dengan seseorang yang tidak disadari bahwa orang tersebut adalah Sunan Bonang.
Sakyakirti menceritakan yang dialaminya dan tanpa banyak bicara, Sunan Bonang menancapkan tongkatnya ke tanah. Saat menamcapkan tongkat itu, keluarlah kitab-kitab yang sebelumnya berada di dasar laut, munyembur bersama air yang keluar dari bekas tongkat Sunan Bonang ditancapkan.
Seketika Sakyakirti terkejut dan menduga kalau orang di depannya itu bukanlah orang biasa. Pendeta itu pun menanyakan dan memang benar orang di hadapannya adalah Sunan Bonang.
“Seketika itu, pendeta itu mengakui kesaktian Sunan Bonang, dan menjadi pengikut atau santri dari beliau,” terangnya.

Lambat laun, air dari bekas tongkat Sunan Bonang itu melimpah ruah. Sunan Bonang yang juga saudara Sunan Drajat itu pun memerintahkan muridnya untuk membuat srumbung atau semacam pagar. Pagar itu dibuat agar air tidak meluap, sekaligus menjaga sumber tersebut.
“Hingga sekarang, air yang memancar dari kesaktian Sunan Bonang ini dikenal dengan nama Sumur Srumbung,” ucapnya.
Kisah ini telah diceritakan secara turun-temurun, dan dilestarikan sebagai nilai budaya dan spiritualitas masyarakat setempat. Saat ini air dari sumur tersebut dimanfaatkan sebagai sumber air bersih untuk masyarakat sekitar. Saat musim kemarau panjang sekalipun sumur dengan kedalaman sekitar 3 meter tetap tetap mengeluarkan air tawar dan memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar.
Reporter: Mochamad Abdurrochim
Editor: Darmadi Sasongko